JAKARTA, MEDIANI.COM – Sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga almarhum Akidi Tio kini justru membuat publik bingung. Bagaimana tidak, polisi sempat menyebut sumbangan tersebut hanyalah fikti belaka. Senin (2/8), Direktur Intelkam Polda Sumsel, Komisaris Besar Ratno Kuncoro, menyebut Heriyanti, anak Akidi Tio, telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penipuan sumbangan Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumsel.
“Akan kita kenakan UU nomor 1 tahun 1946, pasal 15 dan 16. Ancaman (pidana) di atas 10 tahun karena telah membuat kegaduhan,” ujar Ratno di hadapan wartawan. Pasal 15 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 menyebut, barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Namun beberapa jam berselang pernyataan tersebut dibantah oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Selatan, Kombes Pol Supriadi. Supriadi mengatakan Heriyanti hanya diundang oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Selatan untuk dimintai keterangan.
Supriyadi menegaskan pihaknya belum mengambil kesimpulan bahwa bantuan Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio adalah kebohongan atau penipuan. “Tidak ada prank. Pada hari ini, ibu Heriyanti kita undang ke Polda. Perlu digarisbawahi, kita undang bukan kita tangkap, kita undang untuk datang ke Polda untuk memberikan klarifikasi terkait penyerahan dana Rp 2 triliun melalui bilyet giro,” terangnya, di Mapolda Sumsel, Senin (2/8/2021).
Kendala dalam Proses Pencairan
Dana sebesar Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio direncanakan cair pada Senin, 2 Agustus 2021, dengan menggunakan bilyet giro bank Mandiri pukul 14.00 WIB. Namun, sampai waktu yang ditentukan, uang tersebut nyatanya belum cair. Supriadi menyebut ada sejumlah kendalam dalam proses pencairan.
“Bilyet giro ini tidak bisa dicairkan karena ada teknis yang diselesaikan. Kita tunggu sampai pukul 14. 00 WIB ternyata belum ada informasi, sehingga kita undang ke Polda Sumsel. Bukan ditangkap,” terang Supriadi.
Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumsel Kombes Pol Hisar Siallagan meminta masyarakat untuk bersabar terkait kasus tersebut. “Apakah dana pada 26 Juli kemarin (Rp 2 triliun) ada atau tidak. Kami mohon sabar, pemeriksaan baru satu jam. Tentu akan kami lakukan terus sampai kami dapat gambaran jelas, motif maupun dananya seperti itu,” kata dia.
PPATK Lakukan Penelusuran Aset Keluarga Akidi Tio
Heboh sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga Akdi Tio untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Sumatera Selatan mengundang perhatian publik. Terlebih setelah muncul keraguan bahwa uang Rp 2 triliun itu benar-benar ada. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akhirnya ikut turun tangan. PPTAK rencananya akan menelusuri apakah sumbangan tersebut sebatas pernyataan atau komitmen.
Diketahui, keluarga mendiang yang konon seorang pengusaha di Palembang, Akidi Tio, menyatakan akan memberikan sumbangan sebesar Rp 2 triliun. Namun, sampai waktu yang ditentukan, uang tersebut ternyata belum bisa dicairkan sehingga Heriyanti anak bungsu Akidi Tio dimintai keterangan oleh Polda Sumsel. “Kami harus melihat dahulu apakah sumbangan itu hanya sebatas pernyataan atau komitmen, atau nantinya benar-benar akan terjadi penyerahan uang atau aset,” kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae.
Jika bantuan itu benar diberikan, PPATK akan bergerak menelusuri sumber dana maupun penggunaannya. “Ini dimaksudkan untuk kehati-hatian dan memastikan uang yang diberikan atau dihibahkan itu benar-benar berasal dari sumber yang dapat dipertanggung-jawabkan, walaupun uang itu diniatkan disumbangkan untuk kepentingan publik,” tambah Dian.
Apabila uang tersebut diberikan melalui individu pejabat negara, pejabat publik wajib melaporkan kepada KPK maupun penyumbang, dan calon penerima. “Untuk PPATK dan tentu saja KPK, masalah pemberian yang bersifat hibah seperti ini merupakan hal yang perlu diklarifikasi, harus tetap dilihat potensi conflict of interest atau issue governancenya,” jelas Dian lebih lanjut. (Alfahri)
Discussion about this post