MEDIAINI.com – Payung kini mulai dibutuhkan kembali mengingat musim hujan sudah tiba. Tidak hanya kegunaannya, payung juga bisa didesain menjadi cantik. Salah satu tren lama yang kini hidup kembali adalah payung lukis.
Payung ini memang tidak bisa digunakan pada musim hujan, karena menggunakan bahan yang tidak tahan air. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa desa penghasil payung lukis nan cantik, di antaranya di Juwiring, Jawa Tengah dan Tasikmalaya, Jawa Barat.
Payung Desa Juwiring Langganan Keraton
Terkenal sebagai Desa pengrajin payung lukis sejak 1800-an, Desa Juwiring yang terletak di Klaten, Jawa Tengah ini bahkan sudah bertahun-tahun membuat payung lukis untuk Keraton Solo, Yogyakarta, dan Bali, yang biasa digunakan untuk upacara adat dan keagamaan.
Payung lukis dahulu sangat tren, namun sayangnya pada tahun 1998 anjlok drastis, dan pengrajinnya mulai beralih ke profesi yang lain karena krisis moneter. Payung lukis ini menggunakan kayu yang dilapis kertas dan dihias dengan warna yang menarik. Dibanderol dengan harga yang sangat murah yakni rata-rata Rp15 ribu saja.
Payung lukis hasil pengrajin Juwiring ini sudah terkenal hingga pelosok Indonesia bahkan mancanegara. Bahkan untuk motif yang langka, harganya bisa jutaan rupiah.
Di Desa Juwiring, payung buatan penduduk di sana digunakan untuk upacara kematian. Berawal dari menggunakan warna yang polos dan gelap, kini payung Juwiring telah mengikuti tren masa kini untuk menggunakan warna-warna cerah nan cantik. Meski permintaan konsumen kian meningkat, tetapi sangat disayangkan pengrajin payung di desa tersebut jumlahnya masih terbatas, hingga pengrajinnya mulai kuwalahan.
Baca juga: 7 Brand Payung Termahal di Dunia, Harganya Capai Ratusan Juta
Payung Geulis Khas Tasikmalaya
Payung Geulis ini berasal dari Desa Panyingkiran, Indihiang, Tasikmalaya. Payung Geulis ini sudah mendunia dan merupakan ciri khas Kota Tasikmalaya. Geulis sendiri berasal dari bahasa Sunda yang artinya cantik.
Tak hanya terbuat dari kayu yang dilapis kertas, payung Geulis ini berinovasi mengikuti perkembangan zaman dengan menggunakan bahan lain seperti plastik, kain, canvas dan bordiran. Hal ini tentunya karena payung kertas tidak bisa digunakan dalam keadaan hujan.
Lukisan yang menghias payung Geulis ini dilukis manual. Makanya punya nilai seni yang indah. Harganya mulai Rp 20-50 ribu tergantung ukurannya. Murah, kan. Saat ini konsumen payung Geulis paling banyak berasal dari Bali, namun ada pula konsumen yang berasal dari Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat. Pada 2019 lalu, mereka mampu hasilkan 1.200-1.500 payung. Omsetnya kurang lebih tembus Rp 100 juta per bulan.
Untuk melestarikan ciri khas Tasik, pemerintah pun mewajibkan penggunaan payung Geulis sebagai hiasan di tempat-tempat yang sering dikunjungi masyarakat umum seperti museum, kafe, hotel, rumah makan, hingga kantor.
Motif-motif yang digunakan pada payung lukis Geulis ini biasanya menonjolkan garis lurus, lengkung, serta patah-patah. Motif hias non geometris juga digunakan untuk melukis payung ini, seperti bentuk manusia, hewan, tanaman, batik tasik hingga gambar cerita kehidupan masyarakat Tasik. (Gusti Bintang K.)
Discussion about this post