MEDIAINI.COM – Pelaku usaha tak lagi bisa menggunakan strategi promosi ala kadarnya. Di tengah pandemi, semua pelaku usaha di bidang apapun dituntut untuk menggunakan strategi luar biasa, sekreatif mungkin. Tak terkecuali, pengusaha besar sekalipun.
Aksi jemput bola mulai banyak digunakan oleh para pengusaha besar. Gerai-gerai dadakan didirikan di jalan-jalan strategis. Pizza Hut misalnya, brand besar yang biasa ditemui di tengah kota dengan ruangan ber-AC, kini gerainya ada di pinggir jalan yang berdebu. Hal ini tak lain dilakukan agar pendapatan perusahaan tetap mengepul di tengah ketidakpastian pasar.
Baru-baru ini, restoran ternama Ta Wan juga menempuh strategi serupa. Para pegawainya sibuk menawarkan produknya di kawasan Pondok Indah, Jakarta. Kedua perusahaan besar ini merupakan cerminan, bahwa strategi apapun mesti ditempuh demi bertahan saat pandemi.
KFC Telah Memulainya lebih Dulu
Strategi turun ke jalan yang dilakukan Pizza Hut dan Ta Wan, sebenarnya bukan hal baru. Jauh-jauh hari, brand ayam goreng ternama KFC sudah lebih dulu melakukannya. Sekitar bulan April, strategi jemput bola telah dilakukan KFC di beberapa daerah.
Strategi tersebut, dilakukan KFC untuk menyambut bulan Ramadhan. Kudapan khas KFC, seperti ayam goreng dan aneka minuman segar, dijual di gerai kaki lima mereka bak hidangan takjil.
Berjualan di pinggir jalan dilakukan oleh beberapa perusahaan besar dalam menghadapi pandemi. Meskipun, gerai utama mereka juga tetap membuka layanan pesan antar. Lalu, apa sebenarnya yang sedang menimpa raksasa kuliner ini? Apakah jemput bola jadi strategi yang efektif?
Strategi Bertahan ala Perusahaan Besar
Kepala Pusat Kajian UMKM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Dr. Nila Tristiarini SE, MSi, CSRA mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi seperti saat ini, yang menjadi fokus utama perusahaan adalah cara untuk tetap bertahan.
Meski itu berarti, perusahaan harus menempuh berbagai strategi baru, “Termasuk dengan jemput bola. Mereka ini ingin lebih mendekati pasar,” begitu kata Nila ketika diwawancara Mediaini.com.
Akademisi dari Udinus ini juga melihat ada kecenderungan perusahaan besar ingin mengubah brand image mereka. “Dengan berjualan di pinggir jalan, mereka mencitrakan diri bukan sebagai penjual makanan mahal. Tapi, semua kalangan pun bisa menikmati produk mereka,” tambahnya.
Dalam jangka pendek, strategi ini dipakai agar keuangan perusahaan bisa terus berputar. Namun, jika dilihat secara lebih luas, cara tersebut dipakai karena perusahaan ingin mengubah pangsa pasar mereka.
Perusahaan besar harus melakukan strategi ini karena biaya untuk menjalankan bisnis besar tak sedikit. Perusahaan harus membayar biaya operasional, gaji karyawan, sewa tempat dan lainnya. Ibaratnya, kata Nila, banting setir pun dilakoni, “Berapapun pemasukan dari turun ke jalan, intinya cash flow itu harus terus berputar.”
Baca juga : Cloud Kitchen Booming, Gibran Rakabuming Hingga Chef Terkenal Menerapkannya
Solusi Bagi Pelaku Bisnis
Ke depan, berbagai perusahaan akan terus mengeluarkan berbagai strategi terbaiknya agar tetap bertahan. “Yang dilakukan oleh Ta Wan dan Pizza Hut mungkin tidak pernah dipikirkan oleh mereka sebelumnya. Tapi untuk bisa bertahan, ya apapun dilakukan.”
Hal yang sama juga bisa dilakukan oleh perusahaan lain. Tentunya, perusahaan besar, menengah, dan kecil memiliki strategi berbeda dalam menghadapi pandemi.
Namun, secara garis besar, perusahaan harus fokus terlebih dahulu terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini, “Jangan fokus ke diferensiasi produk, tapi fokus pada kebutuhan masyarakat dulu.”
Termasuk dengan mengalihkan bisnisnya ke sektor lain yang sedang dibutuhkan, “Adaptif, itu kuncinya,” tutupnya. (Chelsea Venda)
Discussion about this post