JAKARTA, MEDIAINI.COM – Skema baru BPJS Kesehatan atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan terus jadi bahan perhatian publik. Sebab, rancangan terbarunya adalah dengan menghapus sistem kelas pada layanannya. Ini berarti, tidak akan ada lagi layanan kelas 1, 2, dan 3 BPJS.
Jika rencana ini berjalan mulus, seluruh kelas tersebut akan dilebur menjadi satu dalam kelas rawat inap standar (KRIS) pada bulan Juli 2022 mendatang.
Menanggapi kabar ini, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri mengatakan bahwa biaya iuran BPJS Kesehatan yang baru nantinya akan disesuaikan dengan besaran gaji peserta.
“Iuran sedang dihitung dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial. Salah satu prinsipnya adalah sesuai dengan besar penghasilan,” sebut Asih sebagaimana dikutip dari Kompas pada Minggu (12/6/2022).
Oleh karena itu, lanjut Asih, pihaknya saat ini tengah menyelesaikan perhitungan iuran dengan data-data klaim. Selain itu, perhitungan iuran BPJS Kesehatan skema KRIS juga dilakukan berdasarkan data survei.
Asih menambahkan, saat ini pihaknya bersama pihak-pihak yang terkait masih melakukan simulasi perhitungan iuran. Melalui cara ini, pemerintah bisa mendapatkan keseimbangan dana yang optimal.
Iuran BPJS Kesehatan Jadi Rp 75 Ribu?
Pada kesempatan yang sama, ia membantah adanya rumor yang mengatakan bahwa besaran biaya iuran BPJS Kesehatan yang baru nantinya akan dipatok sekitar Rp 75.000 per orang.
“Isu iuran Rp 75.000 tidak benar dan tidak diketahui sumber infonya,” tegas Asih.
Berdasarkan keterangan Asih, saat ini pihaknya bersama otoritas terkait sedang menyusun skema iuran BPJS Kesehatan yang bisa memenuhi prinsip asuransi sosial. Nantinya, sambung Asih, keputusan mengenai penghitungan iuran akan diatur dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Saat ini sedang merancang revisi Perpres Nomor 82 Tahun 2018 dan saat ini masih menunggu izin prakarsa presiden untuk revisi Perpres Nomor 82 Tahun 2018,” imbuhnya.
Terkait implementasinya nanti, Asih memaparkan bahwa kelas rawat inap standar akan berdasarkan 12 kriteria mutu dan keselamatan pasien akan diberlakukan secara bertahap.
“(Hal tersebut dilakukan) hingga menjangkau seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan berlaku untuk semua peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” terang Asih.
Besaran iuran BPJS Kesehatan itu pun akan disesuaikan dengan gaji, di mana peserta yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan membayar iurang yang lebih besar. Iuran tersebut disebut sesuai dengan prinsip gotong royong.
“Iuran disesuaikan dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial sesuai dengan besar penghasilan. Inilah gotong royong sosial yang diinginkan oleh UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional),” kata Asih.
Meski besaran iuran BPJS Kesehatan akan berbeda antara mereka yang berpenghasilan tinggi dan rendah, namun fasilitas rawat inap yang didapatkan sama. Hal itu akan disesuaikan dengan kebutuhan medis. Dengan begitu, akan ada keseimbangan layanan yang didapatkan para peserta.
“Manfaat sesuai dengan kebutuhan medis bagi semua peserta,” tuturnya.
Skema Baru BPJS Kesehatan, Peserta Tidak Bisa Mundur
Selain itu, Asih menegaskan bahwa peserta layanan saat ini tidak bisa mundur dari kepesertaan BPJS Kesehatan, kecuali yang bersangkutan meninggal dunia atau sudah tidak menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
“Tidak bisa mundur. Masa kongko mampu, beli rokok berbungkus-bungkus bisa, bayar iuran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) tidak mau,” tuturnya.
Oleh karena itu, Asih mengimbau masyarakat yang tidak mampu disarankan agar mendaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Sepanjang dia layak sebagai fakir miskin, iurannya akan dibayarkan pemerintah.
Pemerintah mewajibkan setiap warga negara Indonesia memiliki BPJS Kesehatan, meskipun yang bersangkutan sudah memiliki jaminan kesehatan lain. Bahkan kini beberapa layanan publik mulai diharuskan memakai kartu BPJS Kesehatan. (Tivan)






















