JAKARTA, MEDIAINI.COM – Gedung Sarinah akhirnya beroperasi kembali sejak 21 Maret 2022 setelah direnovasi besar-besaran sejak dua tahun lalu dengan biaya sekitar Rp 700 miliar. Dengan wajah baru, mall pertama dan tertua di Jakarta itu kini hanya menjual produk-produk lokal.
Meski belum lama dibuka (soft launch), keterisian tenant di Sarinah baru nyaris mendekati penuh. Direktur Utama Sarinah Fetty Kwartati mengatakan, saat ini 75% tenant lokal telah beroperasi dari total 95% keseluruhan mitra. Jumlahnya diproyeksikan akan terus bertambah sampai Juni nanti, kala Presiden Joko Widodo (Jokowi) diagendakan bakal meresmikan pembukaan gedungnya yang baru.
“Jadi kurang lebih sudah 95% terisi oleh para mitra dan tenant, yang sudah buka bersama-sama di soft launching (21 Maret) kira-kira 75%. Bertahap akan buka terus dan diharapkan Juni bisa diresmikan oleh Bapak Presiden dengan semua tenant sudah buka,” kata Fetty dalam sebuah sesi podcast.
Dengan hadirnya 100% produk lokal, maka gerai dan waralaba asing macam McDonald’s yang sebelumnya ada di sudut Sarinah dan semacamnya tidak akan ada lagi. Penutupan restoran itu pada 10 Mei 2020 sempat jadi perbincangan karena merupakan tempat tongkrongan ‘sejuta umat’. Sekadar informasi, gerai pertama McDonald’s di Indonesia memang berdiri di Sarinah.
“100% lokal dari kuliner, tekstil, ritel. (McDonald’s) nggak ada lagi, nggak ada. Iya (akan digantikan oleh produk lokal),” sambung Fetty.
Fetty memastikan, Sarinah akan berisi 100 persen produk lokal, bahkan untuk sektor kulinernya. Pengunjung juga tidak perlu khawatir atau takut tidak dapat mencicipi kuliner mancanegara, karena brand kuliner lokal yang hadir di mall ini juga menjual menu-menu makanan dari luar negeri. Artinya, pengunjung tetap dapat merasakan burger dan pizza dari merek lokal.
“Mereka bisa menemukan burger, pizza tapi ini adalah brand lokal yang memang menyediakan makanan Nusantara dan luar Nusantara. Hasil karya anak bangsa,” lanjutnya.
Karena tidak ada produk asing lagi, pembukaan kembali mall legendaris sekaligus menandai transformasi dua hal sekaligus, yaitu fisik bangunan dan juga konsep bisnis. Dengan wajah baru, mall ini mengusung tagline baru yakni ‘panggung karya Indonesia’.
“Ini adalah panggung, tempat pentasnya makers, creators, producers, dan karya-karya unggulan di seluruh Indonesia. Semuanya ada di sini,” imbuh Fetty.
Sarinah sebagai Destinasi Wisata Baru
View this post on Instagram
Mengikuti tren masa kini, lanjut Fetty, menghadirkan pengalaman dan petualangan di dalam satu tempat di tengah kota Jakarta. Gedung yang baru direvitalisasi tersebut akan memberikan wadah kepada produk lokal untuk bersiap ekspor dan ditujukan kepada destinasi.
“Sarinah kita maksudkan menjadi wajib kunjung atau destinasi, dimana turis mancanegara mereka akan dibawa untuk melihat produk unggulan Sarinah dan culture Indonesia, mereka (wisatawan mancanegara) bisa belajar tentang Indonesia,” ungkap Fetty.
Anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang khusus dan fokus menjual produk lokal agar bisa mendorong UMKM naik kelas. Selain itu, mall ini sendiri memiliki aset yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Optimis Cuan
Karena baru beroperasi kembali, PT Sarinah (Persero) memproyeksikan 2022 masih menjadi tahun kerugian bagi perusahaan, apalagi dengan kondisi Indonesia yang masih dilanda pandemi Covid-19.
“Pandemi menimpa semua jenis usaha tidak terkecuali Sarinah, plus toko Sarinah Thamrin yang menjadi backbone-nya juga tutup untuk renovasi. Jadi performance di 2 tahun itu (2020-2021) tentu menurun drastis, 2022 karena memang masih masa pemulihan, belum positif,” kata Fetty.
Namun di tahun depan, lanjut Fetty, pihaknya sudah memasang target untuk tumbuh positif. Target itu diyakini bisa tercapai karena mall ini direncanakan akan mengelola ritel-ritel di bawah BUMN yang bergerak di bidang UMKM dan brand lokal. Dengan demikian secara fundamental bisa jauh lebih baik.
“Di 2023 dan onward kita sudah cadangkan untuk positif. Dari sisi bisnis pun akan tumbuh signifikan karena selain di-enrich tugasnya, juga di-enlarged dengan tambahan-tambahan lokasi tadi,” sambung Fetty.
Dalam laporan keuangannya, anak usaha BUMN ini juga tercatat masih meraup laba setelah pajak sebesar Rp 20 miliar di tahun 2018. Lalu di 2019, perusahaan mengalami kerugian Rp 5,2 miliar. Di 2020, Fetty pernah memperkirakan kerugian tahun itu melonjak mencapai Rp 29,92 miliar. (Tivan)