JAKARTA, MEDIAINI.COM – Setelah lama dipertahankan, pemerintah akhirnya mengumunkan rencananya yang akan mencabut subsidi minyak goreng curah mulai tanggal 31 Mei 2022 mendatang.
Sebagai gantinya, pemerintah bakal menjalankan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Rencana ini sendiri disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi VII DPR pada Selasa (24/5/2022) kemarin.
“Mekanisme kembali ke DMO, dan determinasinya minyak goreng curah bersubsidi ini tanggal 31 Mei 2022,” kata Putu dalam rapat yang disiarkan melalui laman YouTube DPR RI.
Putu menjelaskan, kebijakan itu diambil setelah pemerintah menerbitkan dua aturan baru terkait tindak lanjut pembukaan ekspor minyak goreng dan bahan baku turunannya.
Adapun dua peraturan yang dimaksud Putu yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahu 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized (RBD) Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil (UCO). Aturan ini sendiri telah terbit pada 23 Mei 2022.
Sedangkan aturan kedua berkenaan dengan Permendag Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Curah pada Kebijakan Sistem Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Untuk aturan yang satu ini baru akan diterbitkan dan dijalankan mulai 31 Mei mendatang, tepat ketika subsidi minyak goreng curah dicabut.
“Kami tinggal menunggu ditandatangani oleh Menteri Perindustrian. Kemarin konsepnya sudah kita sampaikan untuk perubahan ketiga mengenai determinasi program penyediaan minyak goreng curah dalam rangka pendanaan atau determinasi minyak goreng curah bersubsidi,” tambahnya.
Kemudian, 19 Mei 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan tentang Pembukaan Ekspor CPO dan minyak goreng dengan pertimbangan kecukupan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dengan tren harga mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET).
Atur Ulang Kebijakan Ekspor CPO
Sebelumnya, pada 19 Mei 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan tentang Pembukaan Ekspor CPO dan minyak goreng dengan pertimbangan kecukupan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dengan tren harga mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET).
Untuk menyelaraskan pembukaan ekspor CPO sesuai arahan presiden, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oilen and Used Cooking Oil.
Mendag Muhammad Lutfi menegaskan pengaturan kembali ekspor CPO ini tetap berpegang pada prinsip bahwa kebutuhan CPO di dalam negeri dan keterjangkauannya merupakan hal yang utama.
“Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah mengatur kembali ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein, dan used cooking oil (minyak jelantah) karena pasokan CPO dalam negeri telah dianggap mencukupi. Namun, pemerintah memastikan bahwa pemenuhan kebutuhan CPO di dalam negeri dan keterjangkauannya bagi masyarakat tetap menjadi prioritas utama pemerintah,” ujar Mendag, dikutip dari laman resmi Kemendag, Rabu (25/5/2022).
Mendag pun menekankan agar para produsen dan eksportir CPO memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Kami harapkan kerja sama semua pemangku kepentingan untuk menyukseskan kebijakan pengaturan ekspor kembali ini,” ujarnya.
Dalam Permendag 30/2022 ditegaskan, eksportir harus memiliki dokumen Persetujuan Ekspor (PE) sebagai syarat mengekspor CPO dan produk turunannya sesuai dengan yang diatur dalam peraturan tersebut. Masa berlaku PE adalah enam bulan.
Adapun tiga persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh PE adalah, pertama, eksportir harus memiliki bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dengan harga penjualan di dalam negeri (domestic price obligation/DPO) kepada produsen minyak goreng curah.
Kedua, bukti pelaksanaan distribusi DMO minyak goreng curah dengan DPO kepada pelaku usaha jasa logistik eceran dan membeli CPO dengan tidak menggunakan DPO. Ketiga, bukti pelaksanaan distribusi DMO produsen lain yang didahului dengan kerja sama antara eksportir dan produsen pelaksana distribusi DMO, disampaikan melalui Indonesia National Single Window (INSW) berupa elemen data elektronik nomor induk berusaha dan nama perusahaan.
Sanksi bagi eksportir yang tidak memenuhi ketentuan antara lain mendapat sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik di Sistem Indonesia National Single Window (SINSW), pembekuan PE, hingga pencabutan PE. (Tivan)