JAKARTA, MEDIAINI.COM – Sah, biaya Haji 2022 akhirnya ditetapkan oleh Kementerian Agama RI (Kemenag) bersama DPR. Secara resmi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang akan dibayar jemaah haji untuk tahun ini dikenakan sebesar Rp 39.886.009.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas setelah mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI, di Senayan, Jakarta.
“Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) atau biaya yang dibayar langsung oleh jemaah haji rata-rata per jemaah disepakati sebesar Rp 39.886.009. Ini meliputi biaya penerbangan, sebagian biaya akomodasi di Mekkah dan Madinah, biaya hidup (living cost), dan biaya visa,” ujar Yaqut sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenag pada Kamis (14/4/2022).
Rincian Biaya Haji 2022
Menag menjelaskan, Bipih merupakan salah satu komponen dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Karena masih berada dalam kondisi pandemi, pembengkakan tarif naik haji berasal dari biaya protokol kesehatan.
Tahun ini, kata Yaqut, disepakati biaya protokol kesehatan naik haji senilai Rp 808.618,80 per jemaah. Lalu komponen ketiga dari BPIH adalah biaya yang bersumber dari nilai manfaat keuangan haji yang disepakati sebesar Rp 41.053.216,24 per jemaah, sehingga BPIH tahun ini disepakati sebesar Rp 81.747.844,04 per jemaah.
Bila dibandingkan dengan tahun 2020, kali terakhir Indonesia mengirimkan jamaah haji, pemerintah dan DPR menyepakati rata-rata Bipih senilai Rp 35,2 juta. Artinya, ada selisih dengan penetapan Bipih 2022. Meski demikian, selisih itu tidak dibebankan kepada jemaah haji lunas tunda tahun 1441 H/2020 M. Penambahan biaya akan dibebankan kepada alokasi Virtual Account.
“Jadi bagi calon jemaah haji tunda berangkat yang telah melunasi pada tahun 2020, tidak akan diminta menambah pelunasan. Karena ini dapat ditanggulangi dengan alokasi Virtual Account,” imbuh Menag.
Menag menyampaikan, semua pembahasan BPIH yang dilakukan pemerintah dengan DPR menggunakan asumsi kuota 50%.
“Asumsi kuota haji Indonesia tahun 1443 H/2022 M yang dijadikan dasar pembahasan BPIH adalah sebanyak 110.500 jemaah atau sebanyak 50% dari kuota haji tahun 2019,” tutur Menag menjelaskan.
Bila dirinci, ini terdiri dari kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 101.660 dan haji khusus sebanyak 8.840 orang.
Menag menegaskan, meskipun kuota yang digunakan merupakan angka asumsi, tetapi ini sekaligus menjadi target pemerintah. Ia mengungkapkan hingga hari ini pemerintah RI terus berkoordinasi dengan pemerintah Arab Saudi.
“Pemerintah optimis, pada musim haji tahun ini kita bisa memberangkatkan jemaah meskipun belum dalam jumlah normal, tapi optimal. Dan kita bisa memberikan pelayanan terbaik,” tegas Menag.
Biaya Haji 2022 Naik, Ini Kuota untuk Haji Khusus
Secara terpisah, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief menegaskan bahwa berapapun kuotanya, akan ada alokasi untuk jemaah haji khusus.
“Kita masih menunggu berapa kuota haji yang akan diberikan kepada Indonesia. Kuota haji nantinya sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 akan terdiri dari 92% haji reguler dan 8% haji khusus,” tegas Hilman beberapa waktu lalu.
Menurut Hilman, berdasarkan data pelunasan biaya haji 2022, terdapat 15.466 jemaah yang telah melakukan pelunasan Bipih Khusus. Hilman mengingatkan bahwa jika kuota yang diberikan kepada Indonesia tidak dalam jumlah normal (100%), maka ada potensi banyak jemaah lunas yang belum dapat diberangkatkan.
“Ini harus segera direkonsiliasi datanya dan siapkan mitigasinya,” pesan Hilman.
Kepada jajarannya di Direktorat Bina UHK, Hilman meminta untuk melakukan sejumlah persiapan, yaitu:
- Rekonsiliasi data jemaah haji khusus yang lunas dan siap berangkat;
- Mendata jemaah haji khusus di bawah usia 65 tahun yang siap berangkat;
- Memastikan bahwa jemaah haji khusus yang siap berangkat, telah divaksinasi covid-19 dosis lengkap; dan
- Menyusun regulasi konfirmasi pelunasan Bipih Khusus dan pengisian kuota haji khusus.
“Bina UHK juga harus membuat simulasikan skenario pemberangkatan jemaah haji khusus, menyangkut konsorsium PIHK, petugas PIHK, dan pengurusan kontrak layanan Arab Saudi,” pinta Hilman.
Terkait pengisian kuota haji khusus, Hilman meminta agar dibuat pedoman yang jelas dan tegas. Dia minta jangan sampai ada jemaah yang merasa “terzalimi” gara-gara terlompati nomor porsinya.
“Acuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 sudah jelas, prinsip “first come first serve” tidak dapat ditawar lagi, karena mereka sudah melunasi Bipih, mengantri, dan tertunda berangkat selama 2 tahun,” tuturnya.
“Jika ada yang tidak dapat berangkat karena kendala persyaratan, maka digantikan oleh nomor porsi secara urutan yang ada di bawahnya,” lanjutnya.
Hilman juga mengidentifikasi sejumlah persoalan yang perlu dimitigasi. Misalnya, potensi kenaikan biaya layanan setelah dua tahun tidak ada pemberangkatan, baik layanan akomodasi, konsumsi, transportasi di Arab Saudi, juga visa dan asuransi. Hal lainnya terkait kondisi keuangan PIHK pasca diterpa pandemi Covid-19.
“Kesehatan keuangan PIHK menjadi salah satu kunci kesuksesan pemberangkatan jemaah haji khusus tahun ini,” sebutnya.
“Masalah jemaah dengan visa mujamalah juga perlu mendapatkan perhatian dan mitigasi risiko, termasuk pelayanannya di Arab Saudi,” tandasnya. (Tivan)