JAKARTA, MEDIAINI.COM – Bantuan langsung tunai atau BLT minyak goreng akan diberikan oleh pemerintah sebesar Rp 100 ribu per bulan. Pengumuman ini langsung disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) agar kebutuhan pokok terhadap minyak goreng tersebut bisa dijangkau masyarakat kalangan bawah.
Subsidi tunai dari pemerintah itu akan diberikan sekaligus sebesar Rp 300 ribu kepada penerima mulai April 2022. Ini berarti, bantuan dana tersebut berlaku untuk tiga bulan.
Jokowi Umumkan Langsung BLT Minyak Goreng
View this post on Instagram
“Untuk meringankan beban masyarakat pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng,” terang Jokowi dalam konferensi pers virtual pada Jumat (1/4/2022).
Terkait penerima bantuan, Jokowi mengatakan bahwa BLT minyak goreng akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang masuk dalam daftar bantuan pangan non tunai (BPNT) dan program keluarga harapan (PKH). Selain kedua kategori tersebut, bantuan juga ditujukan bagi 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL) yang menjual gorengan.
“Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk daftar BPNT, PKH, serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan,” sambung mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Agar proses penyaluran BLT minyak goreng tepat sasaran, orang nomor satu di Indonesia itu juga mengerahkan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, TNI, dan Polri. Ia ingin memastikan bahwa bantuan dari pemerintah ini bisa dirasakan rakyat kecil.
Bantuan ini, lanjut Jokowi, diberikan setelah harga minyak goreng melonjak dalam beberapa bulan terakhir, menyusul adanya kenaikan harga minyak goreng yang mengikuti harga sawit di pasar internasional.
“Kami tahu harga minyak goreng naik cukup tinggi sebagai dampak melonjaknya harga minyak sawit di pasar internasional,” pungkas kader PDI Perjuangan tersebut.
Bantuan Lainnya
Selain menyalurkan BLT, pemerintah juga menggunakan cara lainnya untuk mengatasi masalah tingginya harga minyak goreng saat ini. Bahkan, pemerintah telah menganggarkan dana besar senilai Rp 7,6 triliun untuk subsidi minyak goreng curah yang dipatok di harga Rp 14.000 per liter, yang biasa ditemui dan dijual di pasar tradisional.
Subsidi minyak goreng curah terpaksa diterapkan setelah sebelumnya pemerintah menyerah untuk mengendalikan harga melalui harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan.
Subsidi sendiri tidak langsung diambil dari dana APBN, melainkan disalurkan melalui melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang selama ini mengelola pemasukan dari ekspor sawit.
Sebagai informasi, BPDP KS merupakan lembaga yang merupakan unit organisasi non-eselon di bidang pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara.
“Sesuai arahan komite pengarah, kami menyiapkan di awal tahun Rp 7,6 triliun,” papar Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal Sutawijaya, belum lama ini.
Maulizal mengatakan, pada awalnya alokasi untuk pembayaran selisih Harga Keekonomian (HEK) dengan HET minyak goreng diusulkan oleh Menteri Perdagangan kepada Komite Pengarah BPDPKS dan ditetapkan sebesar Rp 3,6 triliun untuk 6 bulan.
Selain itu, usulan tersebut pada awalnya ditujukan untuk minyak goreng kemasan sederhana yang Harga Keekonomiannya lebih rendah dibandingkan dengan minyak goreng kemasan premium.
Namun dalam perkembangannya, kebijakan tersebut diperluas tidak hanya untuk kemasan sederhana, melainkan untuk semua kategori minyak goreng dalam kemasan, baik premium, sederhana maupun minyak curah rumah tangga.
Imbasnya, volume minyak goreng dan alokasi dananya membengkak menjadi Rp 7,6 Triliun untuk 6 bulan. Namun kemudian penyalurannya terkendala regulasi DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation).
“Tapi pemerintah menerapkan DMO dan DPO hingga belum ada pencairan alias nihil penyaluran dana BPDPKS,” tutup Maulizal. (Tivan)