JAKARTA, MEDIAINI.COM – Pemerintah sedang rajin-rajinnya menaikkan tarif atau harga. Setelah minyak goreng dan Pertamax, kini giliran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik mulai hari Jumat, 1 April 2022.
Meski baru berlaku efektif mulai hari ini, namun peraturan mengenai penyesuaian tarif PPN sendiri telah rampung sejak tahun lalu melalui Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan,” ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dalam keterangan persnya yang dikutip pada Jumat (1/4/2022).
Di sisi lain, penyesuaian tarif PPN ini juga dibarengi dengan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atas penghasilan sampai dengan Rp 60 juta dari semula 15 persen menjadi 5 persen. Selain itu, pemerintah juga mulai membebaskan pajak bagi para pelaku UMKM dengan omzet sampai Rp 500 juta. Selanjutnya, pemerintah memberlakukan fasilitas PPN final dengan besaran tertentu. Besarannya 1 persen, 2 persen, atau 3 persen.
Kenaikan PPN Tidak Terlalu Tinggi
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah angkat bicara terkait hal ini. Pemerintah menyebut, kenaikan tarif PPN yang diterapkan di Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain.
“11 persen itu tinggi gak? kalau dibandingkan banyak negara di G20, OECD, maka kita liat PPN rata-rata di negara tersebut adalah 15-15,5 persen,” ungkap Sri Mulyani.
Oleh karena itu, meski banyak pihak yang merasa ini bukan waktu yang tepat namun menurutnya harus dilakukan saat ini. Sebab, perekonomian sudah mulai pulih dan APBN yang sebelumnya sudah bekerja begitu keras harus kembali disehatkan.
“Nah PPN kita melihat spacenya masih ada. Jadi kita naikkan hanya 1 persen. Namun kita paham, sekarang fokus kita pemulihan ekonomi. Namun pondasi untuk pajak yang kuat harus mulai dibangun,” tuturnya.
Bendahara negara juga menerangkan bahwa kenaikan PPN tidak bisa hanya dilihat dalam jangka pendek. Sebab, ini dilakukan guna membangun Indonesia yang makin kuat ke depannya.
Dengan demikian, maka ia menekankan bahwa kenaikan PPN bukan untuk makin menyusahkan masyarakat. Namun untuk membangun masa depan yang akan dinikmati oleh masyarakat juga.
“Jadi jangan bilang saya nggak perlu jalan tol, saya nggak makan jalan tol dan lain-lain, tapi banyak sekali instrumen pajak masuk ke masyarakat.Anda pakai listrik, LPG, naik motor dan ojek itu ada elemen subsidi. Oleh karena itu, elemen pajak yang kuat untuk menjaga rakyat sendiri, bukan untuk menyusahkan rakyat,” tutup Sri Mulyani.
Pengecualian PPN
Meski PPN telah resmi naik menjadi 11 persen, namun merujuk pada UU HPP, masih ada sejumlah barang dan jasa yang dikecualikan dari kenaikan PPN, yang sebagian besar berasal dari kategori kebutuhan pokok, termasuk sembako non-premium dan jasa pendidikan. Untuk rincian barang dan jasa yang tidak kena PPN antara lain sebagai berikut:
- Barang Kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, susu, buah-buahan, sayur-sayuran dan gula konsumsi;
- Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja;
- Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap); - Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6.600 VA;
- Rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS;
- Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;
- Mesin, hasil kelautan perikanana, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak;
- Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG, dan CNG), dan panas bumi;
- Emas batangan dan emas granula
Senjata/alutsista dan alat foto udara
Selain itu, pemerintah juga mengklasifikasikan barang dan jasa tertentu yang tetap tidak dikenakan kenaikan PPN 11 persen. Berikut ini daftarnya:
- Barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
- Jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering;
- Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga; serta
- Jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah. (Tivan)