JAKARTA, MEDIAINI.COM – Jelang Ramadan, aturan bukber dan tarawih di Mesjid jadi tuntutan masyarakat. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pun akhirnya mulai menyoroti kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Berbeda dengan tahun sebelumnya saat pandemi Covid-19 mulai melanda Tanah Air, tahun ini pemerintah Indonesia bersikap lebih longgar pada bulan puasa Ramadan. Kebijakan ini diambil pemerintah setelah melihat angka penyebaran Covid-19 di Indonesia yang semakin menurun.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengimbau agar masyarakat tetap menjaga disiplin dan menerapkan protokol kesehatan sesuai aturan dari pemerintah selama bulan Ramadan. Dalam konteks buka puasa bersama, ia menganjurkan agar masyarakat untuk tidak berbicara ketika bukber.
“Kalau buka puasa bersama ya sebaiknya dijaga jarak yang cukup dan tidak usah berbicara pada saat ketika kita makan, prinsip kebersihan cuci tangan sebelum tangan supaya kita bersih dan sehat,” terang Wiku dalam sebuah forum diskusi di Jakarta pada Senin lalu (28/3/2022).
Wiku menjelaskan bahwa saat ini, masyarakat sebenarnya dapat melakukan kegiatan normal seperti dulu namun tetap menerapkan adaptasi dengan protokol kesehatan.
“Jadi semua bisa dilakukan asal betul-betul adaptasinya dengan protokol kesehatan,” tegas Wiku.
Dengan demikian, kata Wiku, masyarakat diharapkan memahami situasi Covid-19 di daerah masing-masing karena di setiap daerah memiliki level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berbeda.
Aturan Bukber dan Tarawih di Masjid Diperbolehkan
Tak hanya membahas soal aturan bukber saja, Wiku juga menyoroti aktivitas keagamaan selama Ramadan, yakni shalat berjamaah dan tarawih di masjid. Untuk tahun ini, pemerintah memberikan kelonggaran aturan terkait ibadah. Masjid juga sudah diperbolehkan buka untuk ibadah berjamaah dengan pelonggaran yang cukup banyak mengikuti level PPKM di daerahnya, tapi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Beberapa di antaranya adalah tempat peribadatan perlu menjaga kapasitas jemaah agar tidak terlalu penuh, ventilasi harus tetap terbuka, hingga membatasi interaksi demi mencegah penularan virus. Para pengunjung tempat peribadatan juga harus tetap memakai masker.
“Selama kita beribadah, kalau di masjid pastikan masjidnya tidak terlalu penuh, dan terlalu lama di masjid sehingga potensi penularannya menjadi besar, caranya ventilasi masjidnya dibuka lebih baik dan tidak terlalu lama di dalam masjid, interaksi berbicara juga relatif terbatas, yang tidak berbicara menggunakan masker saja,” sambung Wiku.
Di sisi lain, ia juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah didorong untuk terus menyosialisasikan aturan-aturan penyelenggaraan ibadah sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri tentang PPKM dan Surat Edaran Kementerian Agama agar penangangan pandemi semakin terkendali.
“Masyarakat kan kalau ditanya levelnya apa mungkin mereka tidak begitu paham, nah ini tugasnya pemerintah daerah, bukan hanya menyampaikan levelnya, tapi apa yang harus dilakukan,” Wiku menambahkan.
Selain itu, Wiku juga menyarankan agar setiap pengurus masjid untuk membentuk satgas penanganan Covid-19 internal yang senantiasa mengawasi penerapan protokol kesehatan bagi setiap jamaah yang datang untuk beribadah.
“Misalnya ada yang tidak pakai masker dinasihati untuk pakai masker dan tidak bicara, dan jaraknya juga diatur kalau mereka melakukan tadarus, jadi hal seperti itu yang harus diingatkan oleh petugas,” terang Wiku.
Ia juga meyakini bahwa kasus Covid-19 tidak akan menunjukkan tren kenaikan secara singifikan untuk Ramadan tahun ini.
“Kita mencoba melakukan secara normal di tahun ini seperti dulu, tetapi prokes harus tetap dijaga. Tidak apa-apa berinteraksi seperti dulu tapi dengan kehati-hatian,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, ia juga mengingatkan masyarakat yang ingin mudik perlu mendapatkan vaksin booster. Ini perlu dilakukan demi mencegah penularan virus corona di kampung halaman para pemudik. (Tivan)