MEDIANI.COM – Pakar kesehatan mental memberi peringatan bahwa ada peningkatan jumlah anak-anak yang didiagnosis mengalami gangguan mental sejak pandemi terjadi. Jumlah peningkatan tersebut mencapai angka yang lebih parah dari sebelumnya. Tentunya, hal ini menjadi “alarm” agar anak-anak dan remaja, dengan bantuan keluarga di sekelilingnya, untuk mulai aware terhadap kesehatan mental.
Berdasarkan sebuah jurnal yang dipublikasi oleh U.S. Department of Health and Human Services (HHS), dalam rentang waktu 2016 hingga 2020, jumlah anak-anak hingga remaja yang berusia 3—17 tahun yang mengalami kecemasan atau anxiety meningkat sebanyak 29%, dan yang mengalami depresi meningkat sebanyak 27%. Sedangkan dari tahun 2019 hingga 2020, para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang mengalami gangguan perilaku meningkat sebanyak 21%. Melihat pada data-data tersebut, sudah sepatutnya setiap individu untuk mulai peduli dengan keadaan orang-orang di sekitarnya. Oleh sebab itu, peran orang tua yang sangat dibutuhkan untuk mendukung proses pemulihan mental yang dialami oleh anak-anaknya.
Apa yang Harus Dilakukan oleh Orang Tua Ketika Anaknya Didiagnosis Gangguan Mental?
Dilansir dari situs Good Morning America, di negara Paman Sam organisasi yang berisikan psikiater anak mendeklarasikan “national emergency” bagi kesehatan mental anak-anak hingga remaja pada tahun 2021. Peningkatan jumlah anak di bawah umur hingga remaja ini dipastikan akibat generasi saat ini yang harus melewati tantangan yang sulit. Hal ini berdampak pada terganggunya kesehatan mental mereka. Bahkan, dampak ini juga berujung fatal, yakni percobaan bunuh diri, terutama yang dilakukan oleh remaja perempuan. Kasus tersebut meningkat dengan persentase 50% seiring dengan awal terjadinya pandemi.
Tentunya, orang tua berperan besar untuk bersikap suportif dalam membantu anaknya melewati hal-hal sulit seperti ini. Mungkin tekanan mental yang dialami oleh anak-anak termanifestasikan berbeda dari orang-orang dewasa, seperti gangguan kecemasan dan depresi tadi. Misalnya, anak-anak yang memiliki gangguan kecemasan akan lebih cepat marah, mood-nya gampang berubah, adanya perubahan interest pada hal-hal yang sebelumnya mereka nikmati, dan tekanan mental ini juga sangat mungkin mengganggu kondisi fisiknya. Anak-anak yang menderita kecemasan mungkin juga merasakan sakit kepala, sakit perut, dan lain sebagainya.
Hal yang dapat dilakukan oleh orang tua ketika mendapati anaknya tertekan secara mental adalah dengan melakukan obrolan yang terbuka antara orang tua dan anak. Orang tua memiliki peran penting untuk mendukung dan memvalidasi apa yang dirasakan oleh anaknya tersebut. Hal ini penting untuk dilakukan pada tahap awal. Seseorang tidak dapat mengidentifikasi tekanan mental apa yang sedang mereka alami apabila mereka gagal dalam mengetahui dan bersikap denial terhadap hal tersebut. Terlebih, bahwa orang-orang masih memiliki stigma negatif terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental sehingga membuat pengidap merasa khawatir akan dianggap gila oleh orang-orang di sekitarnya, dan lain sebagainya.
Hadapi Gangguan Mental, Kenali Layanan Bantuan Profesional
Selain itu, apabila situasi yang dihadapi sangat krisis, penting bagi orang tua untuk mencatat beberapa hotline percobaan bunuh diri untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Di Indonesia sendiri, pemerintah merilis layanan konseling SEJIWA yang bertujuan untuk membantu penanganan permasalahan kesehatan jiwa yang bisa diakses melalui 119.
Selain itu, di Indonesia juga ada juga program lain, yakni LISA (Love Inside Suicide Awareness) Suicide Prevention Helpline yang menyediakan layanan kesehatan mental dan psikososial yang bersifat inklusif dan mencakup seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. LISA juga sekaligus merupakan wadah untuk orang yang mencari bantuan tentang kesehatan mental dan permasalahan kecanduan untuk melukai diri sendiri dan memiliki niat untuk membahayakan nyawa sendiri. Layanan LISA ini tersedia 24 jam melalui nomor Whatsapp +62 811 3855 472. (Sekar)
Sumber Gambar : ilustrasi Pixabay