JAKARTA, MEDIAINI.COM – Dalam dua pekan terakhir, topik seputar JHT atau Jaminan Hari Tua), BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia.
Apalagi setelah Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua oleh Kemnaker yang diteken pada tanggal 2 Februari 2022 lalu.
Bahkan di media sosial, masyarakat ramai-ramai mengisi petisi di change.org untuk menyatakan penolakan terhadap aturan terbaru yang menyebut bahwa manfaat JHT bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun.
Namun, apakah masyarakat benar-benar mengerti apa yang mereka suarakan terkait JHT dan BPJS Ketenagakerjaan, mengingat kedua layanan dari pemerintah itu memiliki sejumlah perbedaan?
Agar tidak salah mengasumsikan, kenali terlebih dahulu beda JHT dan BPJS Kesehatan berikut ini.
Perbedaan JHT dan BPJS Ketenagakerjaan yang paling mendasar bisa dilihat dari pengertian masing-masing. Dikutip dari situs resmi BPJS Ketenagakerjaan pada Minggu (20/2/2022), BPJS Ketenagakerjaan adalah penyelenggara program jaminan dari negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Di dalamnya, BPJS Ketenagakerjaan memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai jaminan perlindungan. Berikut poin-poin layanan BPJS Ketenagakerjaan.
a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
b. Jaminan Kematian (JKM)
c. Jaminan Hari Tua (JHT)
d. Jaminan Pensiun (JP)
e. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
Sementara itu, JHT merupakan program BPJS sebagai perlindungan kepada pesertanya agar menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Dengan demikian, JHT merupakan bagian dari layanan BPJS Ketenagakerjaan.
Syarat Penerima JHT
Pada dasarnya, program JHT dari BPJS Ketenagakerjaan dapat diikuti oleh seluruh masyarakat, tentunya dengan syarat yang berbeda-beda sesuai status kepekerjaannya.
Adapun syarat penerima JHT menurut Permenaker No. 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, uang tunai jaminan hari tua akan dibayarkan sekaligus kepada peserta dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Penerima Upah dan Bukan Penerima Upah
- Peserta mencapai usia 56 tahun.
- Berhenti bekerja karena mengundurkan diri dan sedang tidak aktif bekerja dimanapun.
- Terdampak pemutusan hubungan kerja, dan sedang tidak aktif bekerja dimanapun.
- Meninggalkan negara Indonesia dan tidak kembali lagi.
- Cacat total tetap atau meninggal dunia.
- Uang tunai dibayarkan sebagian maksimal 10% dalam rangka persiapan memasuki masa pensiun.
- Uang tunai diberikan maksimal 30% untuk kepemilikan rumah apabila peserta masa kepesertaan minimal 10 tahun, dan hanya dapat diambil maksimal 1 kali.
2. Pekerja Migran Indonesia (PMI)
- Berhenti bekerja karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, termasuk gagal berangkat dan gagal ditempatkan.
- Terkena PHK.
- Cacat total tetap atau meninggal dunia.
- Menjadi warga negara asing
Cara Mencairkan JHT
Dalam peraturan terbaru yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), peserta baru bisa melakukan pencairan setelah memasuki usia 56 tahun.
Kategori peserta yang dapat mencairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan diantaranya yaitu peserta memasuki usia 56 tahun, peserta mengundurkan diri, peserta mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perushaan, peserta telah melewati kepesertaan 10 tahun (pengambilan sebagian 10 persen), dan peserta meninggalkan negara Indonesia.
Berikut syarat pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan sebesar 10 persen, 30 persen dan 100 persen.
1. Pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan sebesar 10 Persen
- Pasktikan sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun.
- Peserta masih aktif bekerja di perusahaan atau
Mempunyai kartu BPJS TK/Jamsostek yang asli dan fotokopi. - Membawa KTP atau Paspor, keduanya harus asli dan fotokopi.
- KK (Kartu Keluarga) yang asli dan fotokopi.
- Memiliki buku rekening tabungan asli dan fotokopi.
- NPWP (jika klaim lebih dari Rp 50 juta).
- Surat keterangan masih aktif bekerja dari suatu perusahaan.
2. Pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan 30 Persen
- Sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal selama 10 tahun.
- Peserta masih aktif bekerja di sebuah perusahaan.
- Memiliki kartu BPJS TK/Jamsostek asli dan fotokopi.
- Memiliki KTP atau Paspor asli dan fotokopi.
- Memiliki KK (Kartu Keluarga) asli dan fotokopi.
- Membawa Buku Rekening Tabungan asli dan fotokopi.
- Membawa kartu NPWP (dengan syarat klaim lebih dari 50 juta).
- Surat keterangan masih aktif bekerja dari perusahaan berasal.
- Membawa dokumen atau surat perumahan asli dan fotokopi.
3. Pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan 100 Persen
- Membawa kartu BPJS Ketenagakerjaan asli dan fotokopi.
Memiliki KTP, KK dan Paspor asli dan fotokopi. - Memiliki surat Keterangan Berhenti Bekerja dari Perusahaan berasal atau Paklaring.
- Membawa buku rekening asli dan fotokopi.
- Membawa pas foto terbaru dengan ukuran 3×4 dan 4×6 masing-masing sebanyak 4 rangkap.
- Surat keterangan pengunduran diri dari tempat kerja ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi.
- Jika alasan berhenti kerja adalah karena di PHK, harus menyertakan akta penetapan PHK dari lembaga Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
- Email PHK dari HRD Perusahaan tempat terakhir bekerja jika dibutuhkan.
- Membawa NPWP Asli dan fotokopi jika klaim lebih dari 50 juta. (Tivan)