MAGELANG, MEDIAINI.COM – Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus penderita tuberkulosis atau TBC tertinggi di dunia. Kondisi ini telah memberikan kerugian ekonomi yang besar bagi negara dan masyarakat. Oleh karenanya, seluruh pihak diharapkan dapat terus meningkatkan kewaspadaan dengan mencegah penularan TBC dan mendukung pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Bebas TBC.
“Seluruh masyarakat, generasi muda, pemangku kepentingan, sektor swasta, hingga tenaga pendidik diharapkan untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap isu TBC dan mendukung Pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Bebas TBC yang ditargetkan pada tahun 2030. Langkah sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pencegahan agar tidak tertular,” ujar Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wiryanta, dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan dan Edukasi Penyakit TBC yang diselenggarakan secara luring dan daring kepada remaja di Kota Magelang, Jawa Tengah, Senin (20/12/2021).
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini terutama menyerang paru-paru, tetapi dapat juga mengenai bagian tubuh lainnya misalnya tulang, kelenjar, kulit, ataupun otak. Bakteri TBC menyebar melalui udara ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, bernyanyi, atau tertawa.
Data WHO Global TB Report tahun 2020, menyebut Indonesia merupakan negara peringkat kedua tertinggi beban TBC di dunia, dengan perkiraan jumlah orang yang jatuh sakit akibat TBC mencapai 845.000 dengan angka kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian/ jam. Dari jumlah kasus tersebut, baru 67 persen yang ditemukan dan diobati, sehingga terdapat sebanyak 283.000 pasien TBC yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan bagi orang disekitarnya.
Untuk menekan kasus TBC, pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain memperbarui alur diagnosis untuk dapat lebih banyak menjangkau pasien TBC, memperkuat kepemilikan dan leaderships program TBC di setiap tingkat, pemberian layanan berpusat pasien (patient-centered services), memperkuat pembiayaan untuk program TBC dan pasien TBC melalui JKN, serta memperkuat keterlibatan komunitas dan optimalisasi digital health.
Wiryanta mengatakan pencegahan dan pengendalian faktor risiko TBC dapat dilakukan dengan cara selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar; membiasakan mengonsumsi makanan bergizi seimbang seperti buah-buahan, sayur-sayuran, susu, kacang-kacangan, serta vitamin; melakukan olahraga ringan, minimal 1 minggu 1 kali seperti: jalan santai, jogging, berenang, skipping, pemberian vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) sedini mungkin, mengobati segera bila mengetahui ada keluarga yang terinveksi penyakit TBC ini untuk segera memutus rantai penularan.
Pintu dan jendela kamar harus dibiasakan dibuka setiap pagi, dengan tujuan agar sirkulasi udara dapat berganti dan sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan. Selain itu, rajin mencuci tangan saat sesudah memegang benda-benda di manapun juga perlu dilakukan. Hal yang perlu diingat, TBC tidak menyebar melalui barang-barang pribadi, seperti pakaian, tempat tidur, cangkir, peralatan makan, toilet, atau barang lain yang pernah disentuh oleh pasien TBC.
Langkah pencegahan TBC merupakan bentuk peran nyata masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mencapai target eliminasi TBC yang dicanangkan oleh pemerintah. Hal ini juga merupakan dukungan pada pelaksanaan G20 yang akan diselenggarakan di Indonesia pada 2022. G20 adalah forum yang beranggotakan sembilan belas negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia, ditambah dengan Uni Eropa, dimana Indonesia berkesempatan untuk memegang Presidensi G20 tahun 2022.
Terpilihnya Indonesia sekaligus menandakan torehan sejarah baru karena untuk pertama kalinya Indonesia memegang Presidensi G20 sejak forum G20 dibentuk pada tahun 1999. Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20, memiliki nilai strategis bagi pemulihan ekonomi dan pencapaian Indonesia Maju apabila kita mampu mengkapitalisasi peluang dan tantangan dengan kemanfaatan optimal bagi kepentingan Indonesia.
“TBC bukanlah momok yang harus ditakutkan karena dapat disembuhkan. Namun demikian TBC harus diobati dengan cepat dan tepat. Dengan kerja keras dan kerjasama yang baik dari semua pihak, eliminasi TBC tahun 2030 akan bisa tercapai, perlu diingat setiap detik sangat berharga untuk menyelamatkan bangsa dari TBC,” Tutup Wiryanta.