JAKARTA, MEDIAINI.COM – Industri fintech di Indonesia terus tumbuh dan berkembang. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya penyelenggara fintech berlisensi dan beragam solusi jasa keuangan yang ditawarkan serta adopsi di pasar.
Jumlah perusahaan fintech rintisan (startup) yang terdaftar sebagai anggota AFTECH kini terus mengalami peningkatan, dari yang awalnya sebanyak 24 menjadi 275 pada akhir tahun 2019, dan pada akhir kuartal II tahun 2021 sudah mencapai 335.
Jenis solusi fintech yang tersedia di pasar juga bervariasi, dari yang awalnya hanya Pembayaran Digital dan Pinjaman Online hingga kini mencakup dari lebih dari 20 model bisnis (vertikal) fintech seperti Aggregator, Innovative Credit Scoring, Perencana Keuangan, Securities Crowdfunding, dan Wealth Management.
Perkembangan dan adopsi inovasi teknologi juga terlihat di sektor investasi, khususnya keuangan. Diperkenalkannya aset digital di seluruh dunia, termasuk Indonesia, merupakan wujud adopsi inovasi teknologi keuangan digital yang diharapkan dapat meningkatkan akses, pilihan, serta tingkat investasi masyarakat di Indonesia.
Dalam kaitan ini, perlu ditegaskan pula bahwa aset digital, dalam hal ini aset kripto, dilarang untuk digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia sejalan dengan Undang Undang Mata Uang.
Menurut statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), industri aset digital telah berperan dalam meningkatkan minat masyarakat untuk berinvestasi, ini terlihat dari jumlah investor aset kripto di Indonesia yang mengalami peningkatan.
Per Juli 2021, Bappebti mencatat terdapat 7,4 juta orang yang sudah menjadi investor aset digital. Di tahun 2020 jumlah tersebut baru mencapai 2,5 juta investor.
Guna melihat dan mendapatkan insight terkait perkembangan perdagangan dan investasi aset digital di Indonesia, maka Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), bekerjasama dengan Tokocrypto menyelenggarakan kegiatan Fintech Talk yang bertujuan untuk memperkenalkan definisi dan jenis aset digital, tren perdagangannya dan investasinya saat ini, serta regulasi terkait perdagangan dan investasi aset digital.
Terkait dengan regulasi dan pengaturan perdagangan aset digital, dalam hal ini aset kripto, saat ini dilakukan oleh Bappebti, Aset kripto bukankah instrumen efek yang ada di pasar modal saat ini. Bukan juga mata uang yang dapat digunakan di Indonesia, karena hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Artinya, regulasi tersebut telah menegaskan tidak membolehkan cryptocurrency sebagai alat pembayaran, melainkan sebagai komoditas. Atas publikasi dan penyelenggaraan kegiatan tersebut, terdapat kesalahan dalam penulisan AADC (Ada Apa Dengan Crypto): Mengenal Investasi Aset Digital di Pasar Modal, dan saat ini telah kami revisi menjadi AADC (Ada Apa Dengan Crypto): Mengenal Investasi Komoditas Aset Digital”.
Kegiatan Fintech Talk ini mengangkat format edukasi dan literasi terutama bagi masyarakat yang masih belum familiar dengan investasi dan aset digital. Dalam pembukaannya, Wakil Ketua Umum II AFTECH Aldi Haryopratomo menyampaikan harapannya agar selain menjadi wujud nyata peran asosiasi dalam melakukan edukasi literasi juga diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi kolaborasi bersama industri dalam mendorong investasi ritel termasuk melalui aset digital.
Sebagai satu dari >140 program kegiatan literasi dan edukasi yang diselenggarakan selama Bulan Fintech Nasional, acara ini juga menghadirkan sejumlah pembicara ternama lainnya, antara lain Bapak M. Syist (Pemeriksa Perdagangan Berjangka Komoditi Ahli Utama/Plt. Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan dan Penindakan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)), Bapak Pang Xue Kai (CEO Tokocrypto), dan Bapak Lamon Rutten (CEO ICDX (Bursa Berjangka Komoditi & Derivatif)), Ibu Ibu Aulia Nurul Huda (Akademisi, Prasetya Mulya Business School) serta menghadirkan Bapak Robert Harianto (Senior Journalist and News Anchor) sebagai Moderator.
Beberapa highlight dari diskusi termasuk: update dan gambaran terkini tentang ragam aset digital (termasuk kripto) serta cara kerja sistem perdagangannya, kerangka regulasi terkait yang dikeluarkan oleh Bappebti, dan catatan penting bahwa aset kripto bukanlah merupakan instrumen efek di pasar modal Indonesia, melihat potensi perdagangan aset digital di masa depan serta tantangan dan faktor-faktor yang penting dalam mendorong perdagangan aset digital dalam rangka meningkatkan investasi ritel dan mengoptimalkan potensi investasi masyarakat Indonesia ke depannya. (AD/FD)