JAKARTA, MEDIAINI.COM – Varian Omicron merupakan mutasi virus corona yang kembali membuat publik waspada. Dengan nama B.1.1.529, Omicron pertama kali teridentifikasi di wilayah Afrika Selatan. Dalam beberapa pemberitaan, varian virus corona terbaru ini diduga memiliki potensi penularan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan varian virus corona Delta yang sebelumnya memicu gelombang Covid-19. Meski masih berstatus sebagai virus baru, namun sudah ada beberapa fakta virus Covid-19 varian Omicron, seperti yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Dalam kurun waktu kurang dari sebulan sejak pertama kali diidentifikasi, varian Omicron mulai meluas. Setelah Afrika Selatan, kasus juga ditemukan di Boswana, Hong Kong, Israel, dan Belgia.
Asal Muasal Varian Omicron
Menurut laporan The Guardian, virus corona varian Omicron pertama kali ditemukan di wilayah Gauteng, salah satu provinsi di Afrika Selatan. Namun sebenarnya, sampel paling awal virus Covid-29 jenis Omicron berada di Boswana pada 11 November 2021.
Asumsi sementara, sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa varian Omicron terbentuk dari konstelasi mutasi yang tidak biasa yang kemungkinan muncul pada pengidap infeksi kronis dari orang yang kekebalannya tubuhnya terganggu, seperti penderita HIV/AIDS yang tidak diobati.
Kemampuan Varian Omicron yang Mudah Mutasi
Sementara itu, laporan dari CBC menyebut bahwa varian Omicron memiliki lebih dari 30 mutasi protein lonjakan yang digunakan virus untuk mengikat sel manusia. Jumlah tersebut dua kali lipat lebih besar ketimbang varian Delta. Karena perbedaan tersebut, para ilmuwan kesulitan untuk menentuan acuan dalam proses pengembangan vaksin. Ahli dari Afrika Selatan mengatakan beberapa mutasi terkait dengan resistensi terhadap antibodi penetralisir dan peningkatan penularan, tetapi yang lain tidak dipahami dengan baik, sehingga signifikansi penuhnya belum jelas.
Di sisi lain, Kepala Penasihat Medis Badan Keamanan Kesehatan Inggris, Dr. Susan Hopkins berpendapat bahwa varian Omicron menunjukkan beberapa mutasi yang belum pernah terlihat sebelumnya, sehingga para ilmuwan belim mengetahui cara penularannya. Bahkan, ia menjadikan Omicron sebagai varian paling kompleks yang ada sejauh ini.
Varian Omicron jadi Perhatian Penuh WHO
Varian virus corona terbaru ini pertama terdeteksi oleh ahli di Afrika Selatan melalui genomic sequencing pada 14-16 November 2021 lalu, kemudian dilaporkan kepada badan kesehatan dunia WHO satu pekan berselang, tepatnya pada 24 November 2021. Di awal penemuannya, varian baru ini disebut sebagai B.1.1.529. Tapi setelah dilaporkan kepada WHO, varian baru ini dalam Variant of Concern (VoC) dengan sebutan Omicron. Nama Omicron sendiri berasal dari alpabet Yunani yang digunakan untuk melabeli varian-varian virus corona yang mengkhawatirkan demi meminimalisasi penyebutan virus yang merujuk pada wilayah ditemukannya.
Terkait alasan WHO memasukkan Omicron sebagai VoC, mereka menilai bahwa kemampuan mutasi virus ini termasuk ke dalam tahap mengkhawatirkan. Selain itu, para penyintas Covid-19 juga masih berpotensi untuk terkena Omicron.
Diduga Lebih Menular
Memang, belum ada bukti ilmiah apakah varian Omicron lebih menular daripada varian-varian yang lain. Namun, melihat peningkatan angka infeksi varian Omicron di Afrika Selatan, maka varian ini perlu untuk diwaspadai.
Sebagai pembanding, pada 16 November 2021 lalu kasus infeksi masih di angka 273 dan pada pekan ini melonjak menjadi lebih dari 1.200 kasus. Dari kasus-kasus yang terdata, lebih dari 80 persen berasal dari Provinsi Gauteng. Analisis sementara menjadikan varian Omicron sebagai strain yang mendominasi kasus infeksi di Afrika Selatan.
Nilai R atau nilai yang menunjukkan kecepatan persebaran strain secara epidemis adalah 1,47 untuk Afrika Selatan secara keseluruhan, dan 1.92 untuk Gauteng. Angka ini tentu sangat tinggi, karena sudah melebihi 1,0, sehingga penyebaran akan terus terjadi. Sebaliknya, jika bilai R sudah dibawah 1,0 maka penyebaran perlahan akan terhenti.
Efektivitas vaksin
Hingga kini, penelitian terus dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas vaksin yang sudah tersedia saat ini untuk menghadapi varian baru Omicron.
Meski hasilnya belum diketahui, para ahli berharap agar antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi maupun dari infeksi sebelumnya masih tetap dapat mengenali varian Omicron. Hanya saja, mereka juga mengingatkan adanya kemungkinan bahwa efektivitas vaksin akan mengalami penurunan terhadap varian Omicron, sehingga para ilmuwan wajib membuat vaksin baru.
Antisipasi Pemerintah Indonesia
Merespon hal tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan penyesuaian syarat perjalanan internasional dalam rangka mencegah varian baru covid-19, yaitu varian B.1.1.529 atau Omicron, masuk ke Indonesia.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan penyesuaian dilakukan dengan melakukan pengetatan di pintu masuk internasional baik di simpul transportasi udara, laut dan darat, yang diatur dalam Surat Edaran (SE) Kemenhub yang terbit pada Senin (29/11/2021).
“Penyesuaian ini merupakan langkah antisipatif Kemenhub untuk mencegah masuknya varian baru covid-19 ke Indonesia, dengan memperketat penerapan protokol kesehatan di simpul-simpul transportasi, seperti bandara, pelabuhan, dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN),” ujar Budi Karya.
Budi menuturkan, SE Kemenhub Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Internasional dibuat dengan berlandaskan pada SE Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional dan SE Kemenkumham Nomor IMI-0269.GR.01.01 tahun 2021 tentang Pembatasan Sementara Orang Asing Yang Pernah Tinggal Mengunjungi Wilayah Beberapa Negara Tertentu Untuk Masuk Wilayah Indonesia Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Varian Baru Covid-19.
Sejumlah kebijakan yang diterapkan di simpul-simpul transportasi yang melayani kedatangan internasional, di antaranya menutup/melarang sementara masuknya Warga Negara Asing (WNA) ke Indonesia, dengan riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari 11 negara, yakni: Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Leshoto, Mozambique, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia, dan Hongkong.
Untuk Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan perjalanan ke Indonesia dan memiliki riwayat perjalanan dari 11 negara tersebut, wajib melakukan karantina selama 14×24 jam. Kemudian meningkatkan waktu karantina menjadi selama 7×24 jam dari sebelumnya selama 3×24 jam, bagi WNA dan WNI yang melakukan perjalanan ke Indonesia dan memiliki riwayat perjalanan di luar dari 11 negara tersebut. (Tivan)