JAKARTA, MEDIAINI.COM – Kementerian Koperasi dan UKM menemukan indikasi adanya praktik pinjol ilegal atau pinjaman online ilegal yang dilakukan sejumlah oknum dengan modus berkedok Koperasi Simpan Pinjam. Oleh karena itu, kementerian tidak ragu ntuk membatalkan Nomor Induk Koperasi (NIK) Koperasi Simpan Pinjam seandainya terbukti melakukan praktik bisnis terlarang tersebut. Hal ini disampakan oleh Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi.
“Lebih lanjut terhadap legalitas Badan Hukumnya, segera kami koordinasikan dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk dilakukan pembubaran, sehingga nantinya Koperasi tersebut menjadi Koperasi illegal karena telah dibubarkan oleh Pemerintah,” papar Zabadi dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Kamis (18/11/2021).
Lebih lanjut, Zabadi menjelaskan bahwa praktik pinjol ilegal yang dilakukan Koperasi Simpan Pinjam dapat menurunkan citra baik sekaligus kepercayaan masyarakat kepada koperasi yang selama ini menjunjung tinggi konsep musyawarah untuk mencapai mufakat. Sebagai bentuk keseriusan menghadapi kasus ini, Zabadi mengatakan bahwa kementerian sudah mulai bergerak.
“Kementerian Koperasi dan UKM telah melakukan pertemuan dengan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI). Kami telah menyampaikan surat tertulis kepada PP-INI terkait data dan informasi Nama Notaris tersebut, yang selanjutnya dari PP-INI dapat mengambil langkah tegas dengan meminta keterangan dan informasi kepada sejumlah Notaris terkait pendirian sejumlah Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan praktik usaha pinjaman online (pinjol) ilegal,” imbuhnya.
Pertemuan ini juga dilakukan sebagai tindak lanjut atas paparan data yang memperlihatkan sejumlah notaris yang membuat akta pendirian koperasi simpan pinjam yang digunakan untuk praktik usaha pinjaman online (pinjol) ilegal, dengan jumlah pembuatan akta pendirian koperasi yang banyak, yakni sekitar dari 8 hingga 40 akta oleh salah seorang notaris hanya dalam periode 2020-2021.
Sedangkan untuk sejumlah koperasi simpan pinjam yang melakukan praktik usaha pinjaman online (pinjol) illegal yang telah memiliki Tanda Daftar Peyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, pihaknya telah berkirim surat kepada Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo untuk menyiapkan solusi bersama.
52 Koperasi Simpan Pinjam Diduga Lakukan Pinjol Ilegal
Hingga saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM menemukan 52 koperasi simpan pinjam yang terindikasi kuat melakukan pelanggaran melakukan praktik pinjaman online (pinjol) secara ilegal.
“Ini menjadi indikasi kuat adanya pelanggaran. Bagaimana mungkin sebuah kantor di dalamnya terdapat 16 koperasi yang melakukan kegiatan yang sama, yaitu simpan pinjam. Karena itu, ini adalah suatu praktik ilegal,” sahut Zabadi.
Jumlah tersebut didapat setelah Zabadi bersama timnya pada Selasa lalu (16/11/2021) mengunjungi salah satu notaris yang dalam kurun waktu 1 tahun telah menerbitkan lebih dari 52 badan hukum koperasi. Modus yang digunakan usaha itu adalah koperasi simpan pinjam yang sebagian besar terindikasi dalam praktik pinjaman ilegal.
“Kita mendorong proses ini agar dapat diproses sesuai ketentuan dan aturan undang-undang dan hukum yang berlaku. Saya kira praktik pinjaman ilegal tidak bisa kita toleransi karena ini merugikan dan meresahkan masyarakat,” sambung Zabadi.
Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM akan mengambil tindakan secara tegas untuk menegakkan aturan seadil-adilnya bagi yang berbadan hukum koperasi maupun non koperasi yang melakukan praktik pinjaman ilegal. “Saya kira ini penting bagi Kementerian Koperasi dan UKM untuk memperhatikan setiap pengajuan badan hukum yang berbentuk koperasi,” katanya.
Saat mengunjungi kantor notaris tersebut, Zabadi juga menemukan modus notaris nakal ini yang menyelipkan berkas pendirian badan hukum koperasi dengan perantara salah satu staf notaris di kantor tersebut. Selanjutnya, pihak kantor notaris pada akhirnya sudah memberikan keterangan dan dari pihak stafnya juga sudah dimintai keterangan.
“Saya kira kita harus proses secara tegas tidak pandang bulu karena ini praktik yang meresahkan masyarakat,” tutup Zabadi. (Tivan)