JAKARTA, MEDIAINI.COM – Toko obat online diblokir karena banyak yang tak mengantongi izin dan syarat yang berlaku. Terlebih, selama pandemi Covid-19, kebutuhan masyarakat terhadap obat-obatan meningkat tajam. Selain toko obat atau apotek, toko online di berbagai marketplace juga jadi rujukan untuk mendapatkan obat yang dicari. Namun penjulan obat secara daring bukan tanpa masalah. Tidak sedikit toko obat online yang menjual obat tanpa izin BPOM. Penjualan obat tanpa resep dokter juga dianggap melanggar Undang-undang.
Menindaklanjuti hal ini, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, mengambil tindakan tegas. Tak kurang dari 2.400 toko obat online diblokir karena kedapatan menjual obat-obatan tanpa izin BPOM dan tanpa resep dokter, termasuk obat terapi covid-19. Mendag bekerja sama dengan marketplace guna mengeluarkan penjual ilegal dari platform daring mereka.
“Kita perintah lokapasar untuk tidak memasang daripada lokapasar yang menjual obat tanpa resep dokter atau tanpa izin untuk mengeluarkan obat-obatan tersebut,” ujar Lutfi, dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (26/8/2021).
Terkait obat-obatan hingga oksigen, diakui Lutfi, merupakan ranah Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, karena masalah obat-obatan yang dijual ini berada di toko online atau lokapasar, maka itu menjadi tanggung jawab Kementrian Perdagangan.
Aturan Menjual Toko Obat Online
Guna mencegah penjualan obat-obatan ilegal lewat toko obat online, dibutuhkan peran aktif marketplace untuk menyaring seller yang masuk menjadi mitranya. Aturan tegas diperlukan agar tidak sembarang orang bisa menjual obat, yang dapat berisiko pada kesehatan masyarakat.
Sebagai contoh, dikutip dari laman resminya, Tokopedia menetapkan sederet aturan bagi reseller yang menjual produk kesehatan, seperti vitamin, obat-obatan, maupun oximeter.
Berikut ini daftar barang-barang terkait produk kesehatan dan obat-obatan yang tidak boleh diperdagangkan pada situs Tokopedia.
1. Segala jenis obat-obatan maupun zat-zat lain yang dilarang ataupun dibatasi peredarannya menurut ketentuan hukum yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Psikotropika, dan Undang-Undang Kesehatan. Termasuk pula dalam ketentuan ini ialah obat keras, obat-obatan yang memerlukan resep dokter, obat bius dan sejenisnya, atau obat yang tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
2. Bahan yang diklasifikasikan sebagai Bahan Berbahaya menurut Peraturan Menteri Perdagangan yang berlaku.
3. Jenis Produk tertentu yang wajib memiliki: SNI, Petunjuk penggunaan dalam Bahasa Indonesia, atau Label dalam Bahasa Indonesia.
4. Barang-barang lain yang kepemilikannya ataupun peredarannya melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
5. Barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta, termasuk namun tidak terbatas dalam media berbentuk buku, CD/DVD/VCD, informasi dan/atau dokumen elektronik, serta media lain yang bertentangan dengan Undang-Undang Hak Cipta.
6. Barang dewasa penunjang kegiatan seksual termasuk namun tidak terbatas pada obat kuat, obat perangsang, alat bantu seks, pornografi, dan obat-obatan dewasa, kecuali untuk alat kesehatan (kontrasepsi) yang diizinkan untuk diperjual belikan oleh peraturan hukum yang berlaku.
7. Pestisida.
8. Barang yang dapat dan atau mudah meledak, menyala atau terbakar sendiri.
9. Barang dengan hak Distribusi Eksklusif yang hanya dapat diperdagangkan dengan sistem penjualan lansung oleh penjual resmi dan/atau barang dengan sistem penjualan Multi Level Marketing.
10. Segala jenis barang lain yang bertentangan dengan peraturan pengiriman barang di Indonesia.
11. Barang-barang lain yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Tokopedia mengimbau konsumen untuk melaporkan seller yang menjual produk kesehatan yang mencurigakan agar dapat ditindaklanjuti. Caranya, klik ikon (Titik Tiga) pada halaman produk, lalu klik ‘Laporkan’ dan pilih jenis Laporan ‘Produk ilegal & berbahaya’.
Toko Obat Online Bisa Dipidana
Keberadaan internet memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk untuk mendapatkan obat-obatan dan vitamin selama pandemi Covid-19. Tanpa perlu antre di toko fisik, Anda bisa mengakses obat hanya dengan sekali sentuhan. Bahkan, mencari informasi kesehatan juga tinggal berselancar di dunia maya.
Namun maraknya aplikasi apotik online dan penjual obat secara online, dimanfaatkan pihak tak betanggung jawab untuk menjual obat palsu, obat ilegal, dan obat yang terlarang. Berdasarkan penelusuran Mediani, Badan Pengawasan obat dan Makanan (BPOM) telah menemukan sekitar 129 situs yang menjual dan memasarkan obat ilegal dan palsu.
Menurut aturan, obat hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar untuk menjamin persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan bagi konsumen. Apabila pengusaha bisnis apotik tidak memenuhi persyaratan tersebut maka pemerintah berwenang mencabut izin edar dan menarik dari peredaran. Pelanggar juga bisa dikenakan sanksi pidana.
Tenaga kefarmasian atau industri yang melakukan praktik penjualan obat ilegal, dapat dijerat dengan Pasal 197 UU Kesehatan yang menyebutkan bahwa bagi yang melanggar dapat dikenakan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, merujuk pada ketentuan Permenkes 9/2017, setiap apotik yang masih mengedarkan maka dapat dikenai sanksi administratif berupa surat peringatan tertulis kepada apotik, penghentian sementara, hingga encabutan Surat Izin apotik (SIA), Surat Izin Praktik apotiker (SIPA) dan Surat Tanda Registrasi apotiker (STRA). (Alfahri)