JAKARTA, MEDIAINI.COM – Beberapa waktu lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengeluarkan aturan pergantian bukti kepemilikan tanah dalam bentuk buku tanah atau sertifikat tanah fisik menjadi sertifikat tanah elektronik.
Aturan mengenai sertifikasi elektronik itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Beleid diteken dan berlaku mulai 12 Januari 2021. Namun dari hasil Rapat Kerja antara Komisi II DPR dengan Sofyan Djalil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (23/3) siang menyimpulkan, program sertifikat tanah elektronik ditunda.
Sertifikat Elektronik Dianggap Berpotensi Bawa Masalah
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebutkan, menunda program sertifikasi elektrik untuk segera melakukan evaluasi dan revisi terhadap ketentuan yang berpotensi menimbulkan permasalahan di masyarakat. Dalam raker tersebut, Komisi II DPR juga mendesak Kementerian ATR/BPN untuk mengevaluasi beberapa hal. Yaitu, seluruh masalah terkait hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pengelolaan yang tumpang tindih.
Komisi II DPR meminta untuk mengevaluasi dan menyelesaikanterkait dengan hak rakyat atas tanahnya.Seperti permasalahan izin tidak sesuai dengan pemanfaatannya. Selain itu penggunaan izin yang terlantar hingga yang tidak memberikan manfaat bagi kepentingan bangsa dan negara.
Selain itu, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, dalam rangka mendorong pencegahan, pemberantasan, dan penyelesaian praktik mafia pertanahan dan permasalahan penataan ruang di seluruh Indonesia, Komisi II DPR RI akan membentuk Panitia Kerja HGU, HGB, dan HPL, Panitia Kerja Mafia Pertanahan, dan Panitia Kerja Tata Ruang.
Program Sertifikat Elektronik Ditunda
Keputusan menunda pemberlakuan sertifikat elektronik, diungkap Sofyan Djalil menyusul masih ada pasal yang disalahartikan oleh banyak pihak. Aturan ini sudah diundangkan pada 12 Januari 2021. Beleid ini adalah Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Sofyan mengungkapkan sumber masalah munculnya polemik mengenai kebijakan sertifikat tanah elektronik lantaran ada salah persepsi terhadap aturan yang berlaku. Khususnya pada Pasal 16 Permen ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik.
Meski belum dilaksanakan, namun banyak yang mempersepsikan salah mengenai kehadiran Pasal 16. Di mana, banyak yang mengutip atau mengartikannya secara setengah-setengah. Padahal, pasal tersebut saling berkaitan dari ayat pertama hingga keempat.
Sasaran awal dalam uji coba sertifikat elektronik ini merupakan bangunan milik negara dan aset-aset perusahaan besar yang sertifikatnya dialihkan dari dokumen fisik menjadi dokumen elektronik. Dalam tahap uji coba, Kementerian ATR terus mengevaluasi keamanan dokumen sertifikat elektronik dengan menggunakan standar internasional.(Ken)
Sumber Gambar : ilustrasi Pixabay
Discussion about this post