JAKARTA, MEDIAINI.COM – Berdasarkan Perpres nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 terkait Jaminan Kesehatan, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) naik pada Jumat 1 Januari 2021. Kenaikan tersebut khusus untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri dan Bukan Pekerja (BP) kelas 3. Jika sebelumnya sebelumnya hanya Rp 25.500, mulai 1 Januari 2021 iuran resmi naik menjadi Rp 35.000 per bulan.
Meski ada penyesuaian, pemerintah tetap memberikan bantuan iuran kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) kelas 3. Ketentuan ini sesuai dengan amanah Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur penyesuaian besaran iuran peserta Program JKN-KIS.
Kebijakan Baru
Diketahui jika iuran yang dibayarkan peserta mandiri kelas 3 sebesar Rp 42.000. Namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000 sehingga yang dibayarkan hanya Rp 35.000. Pengurangan bantuan iuran dari pemerintah dilakukan dalam rangka untuk menyesuaikan kebijakan fiskal APBN Tahun Anggaran 2021.
Sementara itu, untuk peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI), pemerintah tetap membayarkan iuran PBI bagi 40% atau 96 juta masyarakat miskin sebesar Rp 42.000. Dalam pembayaran iuran peserta PBI di tahun 2021, akan ada kontribusi pemerintah daerah (Pemda) Provinsi sebesar Rp 2.000 sampai Rp 2.200 tergantung kapasitas fiskal daerah.
Dalam pasal 29 ayat 1 Perpres nomor 64 tahun 2020 tertulis “Iuran bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan Nasional yaitu sebesar Rp42 ribu per bulan. Lalu dikutip juga pasal 34 ayat 1 Perpres bahwa Besaran iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, yaitu sama dengan iuran bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan Nasional.
Besaran iuran BPJS Kesehatan akan dievaluasi paling lama 2 tahun sekali. Kenaikan iuran dilihat banyak faktor, diantaranya inflasi, biaya kebutuhan jaminan kesehatan, serta kemampuan membayar iuran masyarakat.
Berikut daftar iuran BPJS Kesehatan 2021 yang mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020:
a. Iuran peserta BPJS Kesehatan kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas 1.
b. Iuran peserta BPJS kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas 2.
c. Iuran peserta BPJS Kesehatan kelas 3 sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas 3.
Rencana Kelas Standar
Menurut pasal 54 B, Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memiliki 11 kriteria untuk menerapkan kelas standar BPJS Kesehatan yang diterapkan secara bertahap paling lambat 2022. Dengan rencana adanya rawat inap kelas standar ini, maka sistem kelas 1,2 dan 3 yang saat ini berlaku akan dihapuskan. Sehingga kelas standar hanya akan terbagi menjadi dua kriteria yakni, kelas untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan kelas untuk peserta non-PBI.
Proses peninjauan manfaat JKN berbasis KDK dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, DJSN, BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, Akademisi dan Organisasi Profesi. Perwakilan DJSN, Muttaqien menjelaskan, sampai saat ini rencana pengadaan kelas standar masih terus dibahas antara DJSN, Kementerian Kesehatan, Asosiasi Rumah Sakit, dan stakeholder lainnya.
Mengenai besaran iuran, Muttaqien mengatakan sampai saat ini, pihaknya masih membuat beberapa simulasi dan menarik data yang ada di BPJS Kesehatan. Diakuinya, penetapan iuran ini akan dilakukan dengan sangat hati-hati. “Agar memperkuat ekosistem JKN untuk keberlanjutan dan peningkatan kualitas JKN. Juga masih menunggu keputusan final dari kebijakan manfaat terkait Kebutuhan Dasar Kesehatan, yang juga akan memiliki pengaruh kepada besaran iuran nanti,” kata Muttaqien belum lama ini.
Untuk diketahui, penerapan kelas standar merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Untuk menerapkan kelas standar BPJS Kesehatan, pihaknya memiliki 11 kriteria rawat inap untuk menjaga mutu dan keselamatan pasien. Dari 11 kriteria itu, ada dua perbedaan antara Kelas A dan Kelas B.
Perbedaan terjadi untuk Kelas A minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2) adalah 7,2 m2 dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan. Sementara di Kelas B luas per tempat tidur 10 m2, dengan jumlah maksimal tempat 4 tidur per ruangan.
Kriteria Kelas Standar A dan B yang Berkonsep Sama
1. Bahan bangunan tidak boleh memiliki porositas yang tinggi.
2. Jarak antar tempat tidur 2,4 meter. Antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter, dengan standar tempat tidur semi elektrik.
3. Disediakan satu nakas atau meja kecil per tempat tidur.
4. Suhu ruangan antara 20-26 derajat celcius.
5. Kamar mandi di dalam ruangan. Kamar juga memiliki standar aksesibilitas, misalnya memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda, dilengkapi pegangan rambat (handrail), dan sebagainya.
6. Rel pada tirai dibenamkan atau menempel di plafon dan bahan tidak berpori.
7. Menjamin pertukaran udara untuk mekanik minimal pertukaran 6 kali per jam untuk ventilasi alami
8. Mengoptimalkan pencahayaan alami. Jika pencahayaan buatan, maka intensitas pencahayaannya 250 lux untuk penerangan dan 50 lu untuk tidur.
9. Setiap tempat tidur dilengkapi dengan ; minimal 2 stop kontak dan tidak boleh percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus, outlet oksigen, dan nurse call yang terhubung dengan nurse.
Dikatakan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kala itu, kelas standar akan berlaku pada 2022. Saat ini masih dilakukan proses finalisasi draft kebijakan yang direncanakan akan selesai Desember 2020.(Ken)
Sumber Gambar : Akun Instagram BPJS
Discussion about this post