JAKARTA, MEDIAINI.COM– Rumah mode asal Perancis, Christian Dior tertarik menggunakan kain Endek Bali untuk jadi bahan dasar busana dalam koleksi musim panas dan semi untuk 2021. Hal tersebut mendadak membuat mata dunia fashion tertuju pada kain tenun asal Bali itu.
Apalagi, Dior sempat memamerkan kreasi kain Endek Bali tersebut di ajang Paris Fashion Week pada 29 September 2020 di Jardin de Tuileries, Paris. Dari 86 desain koleksi terbaru Dior, ada sekitar sembilan kreasi yang menggunakan kain Endek Bali sebagai salah satu materialnya. Hasilnya banyak pujian diberikan kepada Dior setelah melihat rancangannya yang begitu eksotik.
Dibalik kabar bahagia yang mengangkat nama bangsa Indonesia, tahukah kamu soal kain Endek Bali? Simak ulasannya berikut ini.
Sejarah Tenun Endek Bali
Kain tenun Endek tercipta dari budaya tenun yang telah diwariskan turun temurun sejak dulu, tepatnya pada jaman pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung. Dari situ kemudian menyebar kedaerah-daerah sekitarnya, salah satunya Desa Sulang.
Kain Endek ini makin berkembang setelah jaman kemerdekaan. Dengan dukungan pemerintah, kain ini makin cepat berkembang karena produksinya lebih mudah. Pada tahun 1985-1995, proses produksi kain Endek sudah mulai menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Guru Besar Bidang Pariwisata Universitas Udayana (Unud), Prof I Gede Pitana dalam salah satu kesempatan wawancara memberikan runtutan perkembangannya. Menurtnya di 2011 kain ini mulai dipopulerkan sebagai bahan seragam. Selanjutnya hingga sekarang bahkan terdapat event untuk memilih putra/putri Duta Endek yang diselenggarakan secara rutin. Terlebih ketika gerakan nasional menggunakan batik, pemerintah daerah Bali memilih menggunakan Endek dengan berbagai motif. Makin populer dan pengrajin semakin bersemangat memproduksi wastra ini.
Dilansir dari beberapa sumber, nama Endek sendiri mempunyai arti yang unik. Nama itu berasal dari bahasa setempat, ‘gendekan’ atau ‘ngendek’ yang berarti diam atau tetap, tidak berubah warnanya. Sebutan tersebut muncul ditengah proses pembuatannya, yaitu pada saat diikat dan kemudian dicelup, benang yang diikat warnanya tetap atau tidak berubah atau di Bali disebut ‘ngendek’. Pusat produksi kain Endek di Bali meliputi daerah Kabupaten Karangasem, Klungkung, Gianyar, Buleleng, Negara dan Kodya Denpasar.
Yang membuat kain ini menjadi istimewa, karena diwarnai dengan warna-warna alami dari tumbuhan. Hal ini menjadi ciri khas tersendiri dari kain tenun Endek. “Karena ini hasil tenunan, jadi nyaris tidak ada duanya, tidak ada yang sama,” ujar I Gede Pitana.
Mengenai motif, kain Endek bisa saja digunakan untuk pakaian, atasan, bawahan atau tas, asalkan motifnya bukanlah motif yang dianggap suci. Misalnya, motif Dewa atau huruf-huruf suci “Tentu aja motif yang seperti itu tidak etis jika digunakan untuk di tempat-tempat yang tidak baik,” tutup Pitana.(Ken)
Sumber Gambar : laman resmi Dior, dior.com
Discussion about this post