MEDIAINI.COM – Salah satu oleh-oleh khas Aceh adalah keumamah atau ikan kayu. Keumamah adalah sebutan populer untuk jenis ikan olahan di sana. Disebut ikan kayu karena memiliki tekstur yang keras. Peluang bisnis ini sangat besar lho. Kenapa? Karena tak banyak dijual di pasaran. Yuk, intip sejarah kuliner keumamah ini.
Sejarah Keumamah, Jadi Bekal Para Pejuang Zaman Dulu
Cita rasa keumamah nikmat dan lezat. Namun, di balik kelezatannya ada cerita sejarah yang kuat. Dulunya, pejuang Aceh mengolah ikan kayu untuk lauk yang bisa tahan lama sampai berbulan-bulan. Jadi, bisa dibawa sebagai bekal ketika berjuang.
Seorang pemilik ikan olahan di perkampungan nelayan Pusong Lhokseumawe, Tgk. Rusli, mengatakan kalau ikan yang pas untuk diolah jadi keumamah adalah tongkol segar. Tongkol tersebut direbus matang lalu dibelah menjadi empat. Tulang serta kepalanya dibuang, kemudian dijemur beberapa hari hingga daging ikannya mengeras seperti kayu.
Cara Membuat Keumamah
Proses pembuatan keumamah cukup mudah. Pertama, iris bawang putih, bawang merah, dan cabai hijau. Lalu tumis lengkuas, daun temurui sereh, dan pandan. Masukkan bumbu yang sudah diiris tadi dan masak sampai matang.
Masukkan santan dan aduk terus, sambil tambahkan gula, lada bubuk, garam, penyedap rasa dan ikan kayu. Masukkan asam sunti dan tomat yang diiris tipis. Tunggu hingga jumlah airnya menyusut dan daging ikan kayunya melunak. Setelah itu, angkat dan sajikan.
Baca juga: 7 Oleh-Oleh Makanan Khas Aceh yang Wajib Diborong
Analisa Bisnis Keumamah
Asumsinya, Anda mengeluarkan biaya senilai Rp 10 juta untuk investasi. Lalu pemakaian biaya tetapnya Rp 2 juta. Alokasi biaya variabel sebesar Rp15 juta. Sedangkan anggaran operasionalnya Rp 20 juta.
Jika per hari bisa menjual 80 porsi yang dibanderol Rp15 ribu/porsi, maka pendapatan per harinya Rp 1,2 juta. Sehingga pendapatan per bulan adalah Rp 36 juta. Dengan begitu, usaha ini bisa balik modal selama kurang dari satu bulan saja.
Berhasil Jadi pengusaha Berkat Keumamah
Saifullah, pengusaha keumamah di Lampulo, Banda Aceh ini memproduksi 400 kg dengan modal Rp 15-20 juta. Keuntungannya bergantung kondisi alam yang mempengaruhi hasil tangkapan nelayan.
Contoh kesuksesan lainnya adalah M. Nur Usman. Pria 66 tahun dari Lampulo, Banda Aceh ini merintis usahanya sejak usia 19 tahun. Bermula dapat banyak hadiah ikan tongkol dari kenalan, dia mengawetkannya agar tahan lama. Kini, setiap harinya M. Nur Usman disibukkan untuk memproduksi keumamah.
Sementara Nabila Putri, pemilik Rumoh Keumamah, memiliki inovasi menjualnya dalam bentuk kemasan secara online sejak 2017. Konsumennya kebanyakan warga Aceh yang merantau ke daerah lain. (Gusti Bintang K.)
Discussion about this post