MEDIAINI.COM – Mencari jodoh adalah permasalahan vital. Karenanya, jasa biro jodoh bukanlah hal baru. Sudah sejak lama bisnis jasa ini muncul di publik. Dulu sebelum ada internet, media konvensional seperti koran, radio, dan televisi lah yang menjadi media program biro jodoh. Kini saat dunia sudah merambah ke digital, jasa biro jodoh pun beralih ke ranah digital.
Bisnis biro jodoh atau mak comblang memang bisnis ranum. Karena bagi banyak orang, permasalahan jodoh memang pelik. Tak semua orang mampu mencari jodoh secara “alami”. Hal inilah yang membuat biro jodoh tetap tumbuh subur.
Peluang Usaha Mak Comblang
Menemukan jodoh memang gampang-gampang susah. Terlebih bagi mereka yang selalu sibuk dari hari ke hari sehingga tak punya waktu untuk bersosialisasi dan menemukan jodohnya.
Di Indonesia sendiri, ada yang masih menganggap biro jodoh adalah hal yang tabu. Meski di negara lain seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan India, biro jodoh adalah usaha yang sangat lazim dan terbukti telah membantu banyak orang dalam menemukan pasangannya.
Ada tiga varian biro jodoh. Pertama, berbentuk online dating yang hanya menaruh foto di web dan membiarkan lamannya bisa diakses siapa saja. Lalu ada traditional matchmaker, yakni berdasarkan kecocokan yang telah dilakukan matchmaker. Dan terakhir matchactually, ini merupakan profesional matchmaker yang bertugas mencarikan jodoh si klien sesuai dengan kriteria.
Adalah CEO dari SETIPE, Razi Thalib, yang menyebut bahwa laju bisnis biro jodoh sangat lancar dan cerah. Menurut ia, konsumen yang memakai aplikasi seperti ini biasanya adalah orang yang sudah merasa kesepian, mereka yang tidak punya waktu, atau mereka yang sudah berjuang tapi tidak kunjung dapat jodoh.
Meski sempat dianggap tabu, namun pangsa pasar biro jodoh online kini meluas dari waktu ke waktu. Banyak orang yang tak lagi merasa malu atau tabu untuk mencari jodoh dengan sistem daring. Di biro jodoh Setipe sendiri, saat ini sudah ada 1 juta pelanggan yang terdaftar di aplikasi, dan 3 ribu lebih untuk yang offline.
Tantangan di Indonesia sendiri lebih ke tradisi. Bahwa mencari jodoh bisa dilakukan oleh orang tua atau saudara yang mau mencarikan jodoh secara gratis. Sedangkan jika mencari di biro jodoh, tentu saja ada biaya yang mesti dikeluarkan.
Baca juga : Zola Yoana Pendiri Heart Inc, Mak Comblang yang Bersertifikat
Kesuksesan Pelaku Bisnis
Biro jodoh sudah jadi semacam industri yang unik di Indonesia. Pertumbuhan industri ini bahkan sudah berlangsung lama dan makin berkembang pesat.
Esron Club misalnya, biro jodoh ini sudah berdiri sejak tahun 2011. Pemiliknya, Esron Pandapotan Panggabean, saat itu memulainya dari media cetak. Skema bisnisnya cukup sederhana. Klien hanya perlu membayar biaya keanggotaan dengan memilih paket keanggotaan yang ditawarkan, mulai dari Rp500 ribu, Rp1 juta, Rp1,5 juta, hingga Rp5 juta. Proses pencarian jodoh sendiri diawali dengan interview dengan klien. Di dalamnya akan ditanya latar belakang klien, dan kriteria jodoh yang diinginkan.
Saat ini Esron memiliki 600 klien. Sejumlah 30 persen sudah berhasil dipertemukan dengan jodohnya. Dari usaha biro jodoh ini, Esron mampu meraup omzet hingga Rp25 juta per bulan.
Hal yang sama juga dialami Lunch Actually. Assistant Branch Manager, Yunita Ridevianti, mengaku bisnisnya tetap bertahan lantaran kebutuhan jodoh adalah kebutuhan yang tak ada habisnya. Namun, Yunita mengingatkan sebaiknya pelaku bisnis mengerti tentang psikologis klien agar bisnisnya bisa diminati banyak orang. Sebab, jenis bisnis ini berkaitan dengan sifat, karakter dan keinginan personal dari manusia. (Chelsea Venda)
Discussion about this post