MEDIAINI.COM – Jamu adalah minuman herbal kearifan lokal milik nusantara yang tak lekang oleh zaman. Minuman tradisional ini bahkan makin tenar, dicari banyak orang saat awal pandemi kemarin. Hal ini lantaran jamu yang terbuat dari banyak rempah, disinyalir memiliki banyak zat dan vitamin yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh.
Pandemi memang telah mengubah banyak hal. Termasuk kebiasaan masyarakat yang kini jadi lebih banyak mengonsumsi herbal jamu dibanding minuman lainnya. Jamu pun meluas pasarnya. Jika dulu konsumen terbanyaknya adalah orang tua, kini jamu dikonsumsi oleh segala rentang umur. Mulai anak-anak, kaum milenial, hingga dewasa.
Langkah-Langkah Memulai Bisnis
Gaya hidup sehat naik daun, dimulai ketika pandemi mulai merebak. Bahan herbal atau alami kini jadi buruan banyak orang. Peminatnya yang semakin banyak membuat jamu memiliki prospek bisnis yang menjanjikan. Terlebih, disinyalir gaya hidup sehat tidak hanya akan terjadi ketika pandemi saja, namun akan terus berlangsung dalam jangka waktu lama ke depan.
Lalu, bagaimana langkah bisnisnya? Simak ulasan berikut :
Pertama, mulailah dengan menentukan pangsa pasar. Tak bisa dipungkiri, saat ini hampir semua kalangan mencari jamu sebagai minuman herbal mereka. Namun ketika meng-handle bisnis, penting untuk fokus kepada pangsa pasar tertentu agar mereka nantinya bisa tetap bertahan dan jadi pelanggan tetap.
Lalu, carilah supplier rempah-rempah yang berkualitas dan terjaga kesegarannya. Sebab kondisi herbal akan memengaruhi kualitas jamu serta khasiatnya. Tak ada salahnya juga untuk menanam sendiri herbal yang dibutuhkan jika ada lahan yang tersedia.
Kemudian, perhatikan penyajian. Jamu terbagi menjadi dua, jamu sachet dan jamu langsung minum. Tentu, jamu sachet terlihat lebih modern, didesain dengan kemasan kekinian. Sedangkan jamu langsung minum, harus diperhatikan wadahnya, apakah gelas atau botol.
Dan terakhir, strategi pemasaran. Meskipun jamu adalah minuman tradisional, namun tetap harus mendapat sertifikasi dari BPOM dan sertifikat halal dari MUI. Tentu, ini dilakukan untuk membeli kepercayaan konsumen.
Untuk promosi, rajinlah mengikuti pameran-pameran tertentu. Biasanya di pameran akan bisa menemukan banyak pelanggan baru. Dengan demikian, pangsa pasar bisa semakin luas. Di samping itu, pemasaran online juga harus tetap dilakukan dengan strategi yang tepat.
Modal dan Analisa Bisnis
Pelaku bisnis mesti menginvestasikan modalnya untuk membeli beberapa kebutuhan bisnis jamu rumahan. Mulai dari membeli etalase Rp1.9.222.600, mesin sangrai jamu Rp2.252.000, mesin giling jamu Rp2.145.000, pisau Rp45.200, loyang Rp120.800, mesin oven Rp2.232.000, juga ayakan Rp125.500.
Lalu juga membeli meja Rp843.500, kursi Rp922.500, wadah Rp120.200, timba Rp42.200, tampah Rp74.500, penyaring RP43.500, kompor gas Rp318.300, timbangan Rp218.200, mesin pengemas Rp475.200, sendok Rp40.500, toples Rp83.500, dan alat tambahan lain sebanyak Rp55.500. Jadi total modal awal berkisar sekitar Rp12.080.800.
Kemudian untuk biaya operasional, siapkan dana untuk membeli bahan baku sebesar kurang lebih Rp7.773.000. Jumlah tersebut untuk membeli kayu manis, kapulaga, cengkeh pala, madu, jahe, kencur, kunyit, temulawak, asam, kapulaga, sereh, daun kumis kucing, daun sambiloto, beluntas untuk keperluan satu bulan.
Lalu, untuk kebutuhan bulanan plastik ada pengemas Rp1.500.000, kantong plastik Rp375.000, gas LPG Rp525.000, air dan listrik Rp705.000, merek Rp2.175.000. Jadi total membutuhkan biaya Rp5.280.000
Asumsikan per hari mampu menjual 69 produk dengan harga Rp9.000 maka pendapatan per hari mencapai Rp621.000. Jika konsisten dalam kurun waktu satu bulan, maka pendapatan bisnis jamu rumahan bisa sebesar Rp18.630.000.
Cerita Sukses
Kisah sukses berjualan jamu ala rumahan dialami oleh Istiqomah, seorang penjual jamu asal Kaliwungu, Kendal. Menurut penelusuran Mediaini.com, Istiqomah mengaku kebanjiran orderan saat pandemi mulai merebak. Dalam waktu satu hari ia bisa memproduksi hingga 200 – 300 botol ukuran 250ml.
Istiqomah tak hanya memasarkan produknya di wilayah Kendal, tapi juga Semarang dan Batang. Pangsa pasarnya yang luas ini membuat ia mampu menjual puluhan botol per harinya. Adapun untuk jamu yang disediakan mulai dari kunyit asam, temulawak, beras kencur dan masih banyak lagi.
Managing Partner Inventure, Yuswohady, menyebut jamu adalah new espresso. Minuman tradisional ini punya potensi besar untuk menjadi minuman harian, layaknya kopi saat ini. Bukan tidak mungkin jamu akan akrab di ruang meeting, atau akrab menjadi teman nongkrong di kafe.
Dirinya mencontohkan Kafe Acaraki. Kafe tersebut menjual jamu dengan rasa yang lebih kekinian, tapi tidak menghilangkan khasiatnya. Ia memprediksi tren kafe seperti ini akan marak di masa depan.
Tips Bisnis Jamu
Kebanyakan orang yang belum mencicipi jamu, takut mencoba karena terintimidasi rasa yang kurang enak di rongga mulut. Padahal jamu memiliki beberapa varian, tak semuanya bercitarasa pahit. Oleh karena itu, pahamilah setiap konsumen yang ada, dan beri edukasi tentang jamu. Baik itu soal sejarah maupun manfaatnya.
Cara ini selain dilakukan dengan lisan, juga bisa diaplikasikan dalam bentuk menu. Jadi, pelaku bisnis bisa menjelaskan tipe jamu, bahan-bahan, khasiat, sekaligus rasa yang menjadi dominan. Ini akan membuat pelanggan tahu jenis-jenis jamu sekaligus tahu jamu apa yang cocok baginya.
Kemudian, buatlah brand jamu sendiri. Brand dengan nama kekinian cenderung akan dilirik banyak orang. Ini juga untuk menepis anggapan bahwa jamu identik dengan orang tua, identik dengan hal-hal kuno. (Chelsea Venda)
Discussion about this post