MEDIAINI.COM – Dampak pandemi COVID-19 memang luar biasa. Perusahaan-perusahaan di bidang ritel terus mengalami kerugian, mulai dari brand besar sampai ke pelaku UMKM.
Raksasa mode asal Swedia, H&M Group, terpaksa mengambil langkah menutup 170 toko mereka di seluruh dunia. Lalu yang terbaru, Zara dikabarkan harus menutup 1.200 toko mereka secara permanen dan fokus pada belanja online.
Omzet Turun Hingga Banting Setir
Di Bogor, Tan Ginanjar, seorang pengrajin tas kulit mengaku banyak menunda pengerjaan pesanan lantaran biaya pengerjaan awal atau uang muka (DP) yang tidak kunjung dikirimkan dari orang yang memesan tas kepadanya.
Saat ini, omzetnya turun hampir 60-70 persen menjadi sekitar Rp 750 ribu saja dalam seminggu untuk 18 pieces tas.
Aktivitas masyarakat yang berkurang serta penutupan berbagai tempat wisata memaksa pengrajin pernak-pernik seperti tas, baju dan souvenir mau tidak mau harus memutar otak lebih keras agar usahanya tetap berjalan.
Salah satunya home industry tas dan pernak-pernik milik Yulianto yang berada di Dusun Taruban Kulon, Tuksono, Kapanewon Sentolo. Semula, Yulianto memproduksi tas dari bahan batik dan benang rajut. Namun karena pasar sepi, kini beralih memproduksi baju hazmat dan face shield.
Sampai saat ini, sudah lebih dari 100 buah baju hazmat dan 3000 buah face shield diproduksi olehnya. Baju hazmat buatannya paling banyak dikirim untuk daerah Yogyakarta dan Bandung. Ia menjualnya dengan harga sekitar Rp 80 ribu. Sedangkan face shield dijualnya dalam harga Rp 25 ribu.
Sementara itu, industri tas ekspor kualitas internasional di Tanggulangin juga merasakan dampak yang luar biasa. Sentra industri tersebut telah merumahkan ribuan karyawannya dan menutup sebagian besar gerainya akibat pandemi. Mereka mengaku kesulitan untuk mencari bahan baku dan pemasaran.
Di sisi lain, Hanif Ibnu, seorang pengrajin tas dompet dan souvenir kosmetik di Tanggulangin lebih memilih untuk mengalihkan produknya ke pembuatan masker.
Awalnya, Hanif mencoba menyediakan 1.000 masker. Seiring berjalannya waktu ia pun mulai berani menyediakan stok masker dalam jumlah lebih banyak.
Masa Depan Perajin Tas
Sebenarnya iIndustri tas masih memiliki prospek bisnis yang cerah. Ialah Ardista Khairina yang sukses meraup cuan dari hobinya menggambar dan dituangkannya di media tas berbahan kanvas. Wanita muda asal Yogyakarta ini merupakan owner dari Little Red Lady.
Pada awalnya, Little Red Lady menjual aneka boneka karikatur dan bantal, tapi pada awal tahun 2020 kemarin fokusnya lebih ke tas. Satu bulan berjalan, lapaknya laris manis.
Wanita yang lebih akrab dipanggil Adis ini awalnya hanya berencana memproduksi 500 tas, lalu bertambah lagi 200 tas. Dalam satu bulan ini totalnya sekitar 1.000 tas yang ia produksi. Ia pun berhasil mengantongi omzet Rp 10 juta dalam satu bulan.
Adis optimistis dengan bisnis yang fokus dijalankannya ini. Menurutnya, produk Little Red Lady punya perbedaan dengan menyediakan gambar yang tak pasaran. Ia juga memilih bahan dan komponen tas dengan kualitas terbaik.
Di masa pandemi, produk industri yang berbau kreatif atau etnik adalah yang terus berjalan. Meski ekonomi melemah, namun daya tarik produk kreatif yang termasuk ke dalam karya seni, agaknya masih terus hidup.
Kunci Sukses Bisnis UMKM
CEO Mikro Investindo dan Pro Indonesia Foundation, Budi Satria Isman, mengatakan setidaknya ada empat hal yang harus dilakukan jika ingin mengembangkan bisnis dalam jangka panjang.
Pertama, perencanaan bisnis yang matang. Ini adalah hal dasar yang harus dikuasai seorang wirausaha agar bisnisnya dapat survive di saat kondisi sulit. Terlebih di tengah pandemi, perencanaan akan menentukan faktor risiko bagi UMKM.
Kedua, perhatikan arus kas. Seorang wirausaha yang baik adalah mampu mengatur cash flow perusahaan tetap stabil. Imbasnya kelangsungan usaha dapat terjaga meskipun di tengah kondisi sulit.
Ketiga, analisa pasar. Tidak semua wirausaha mempunyai intuisi yang baik dalam menyikapi kondisi pasar. Seperti saat wabah berlangsung, seorang wirausaha yang peka terhadap situasi pasar otomatis akan mengarahkan bisnisnya ke sektor pembuatan alat pelindung diri (APD) atau masker. Sebab di sektor tersebut permintaan pasar akan terus meningkat.
Keempat, pemasaran online. Pemasaran online dapat menjangkau pasar lebih luas dibandingkan cara konvensional. Di samping itu, pemasaran secara daring juga menghemat biaya operasional bisnis. Terlebih banyak e-commerce di Indonesia yang memfasilitasi hasil produk UMKM. (Chelsea Venda)
Discussion about this post