MEDIAINI.COM – Perkembangan bisnis online shop di Indonesia terus mengalami perkembangan seiring dengan banyaknya e-commerce yang tumbuh. Di sebagian besar masyarakat, belanja online bahkan sudah menjadi gaya hidup yang tak bisa dilepaskan dari keseharian mereka.
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, e-commerce di Indonesia mengalami peningkatan hingga 500 persen. Menurut Google dalam e-Conomy SEA 2018, ekonomi digital Indonesia tahun ini mencapai US$27 miliar atau sekitar Rp 391 triliun.
Angka tersebut menjadikan transaksi ekonomi digital Indonesia berada di peringkat pertama untuk kawasan Asia Tenggara dengan kontribusi sebesar 49 persen.
Melihat perkembangan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI telah menerbitkan aturan khusus bagi pelaku usaha berbasis elektronik atau e-commerce. Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.210/PMK.010/2018 tersebut secara efektif berlaku mulai 1 April 2019.
Dalam peraturan tersebut, penyedia platform marketplace wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sekaligus wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Selain itu ada juga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.210/PMK.010/2018 Pasal 4 yang menyebutkan bahwa pedagang atau penyedia jasa wajib memberitahukan NPWP kepada penyedia platform marketplace.
Jenis Pajak E-Commerce
Ada dua jenis pajak yang dibebankan untuk e-commerce, yaitu :
-
Pajak Pertambahan Nilai
Mulai 1 Januari 2014, pemerintah telah menetapkan pelaku e-commerce dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar per tahun wajib mengajukan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP kemudian wajib memungut PPN sebesar 10% atas setiap transaksi dan menyetorkannya ke kas negara.
Agus Susanto Lihin, konsultan pajak dan managing partner PT ATS Konsultama, mengatakan bahwa pengusaha e-commerce yang sudah membayar PPN 10% ketika membeli barang dari pemasok (supplier) bisa mendapatkan faktur pajak.
Faktur pajak tersebut nantinya bisa menjadi pengurang biaya PPN atas penjualan. Namun, pemasok maupun distributor jarang menerbitkan faktur pajak untuk pedagang online. Hal ini lantaran pedagang online tidak mau memberikan data identitasnya karena takut terlacak pajak atau tidak memiliki NPWP.
-
Pajak Penghasilan (PPh)
Pelaku usaha dapat menyatakan sendiri jumlah peredaran kotornya selama sebulan. Setelah mengetahui peredaran kotor, barulah pelaku usaha e-commerce menghitung PPh final yang harus dibayar setiap bulan.
Dalam RPMK Pajak e-commerce, pemerintah berniat menerapkan PPh final sebesar 0,5% untuk pelaku usaha dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar setahun. Jika online shop Anda memiliki omzet Rp 20.000.000,- per bulan maka PPh yang wajib Anda bayarkan adalah Rp 20.000.000,- x 0,5% = Rp 100.000,-.
Baca Juga : Pilih Pembayaran Tunai atau Non Tunai, Plus Minusnya?
Kewajiban E-Commerce Bayar Pajak
Ketika mendapatkan penghasilan melebihi Rp. 600.000.000 per tahun. Maka pelaku bisnis online wajib dikenai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Secara regulasi, tidak ada perbedaan perpajakan antara transaksi e-commerce dengan perdagangan konvensional karena status obyek pajaknya sama.
Dalam Surat Edaran Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 ditegaskan bahwa transaksi perdagangan barang dan jasa secara elektronik sama dengan transaksi barang dan jasa lainnya hanya berbeda dalam hal cara atau alat yang digunakan untuk melakukan transaksi.
Perlu diketahui, Direktorat Jenderal Pajak akan rutin melakukan penagihan pajak. Tindakan penagihan dilakukan apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
Bila sengaja tidak mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak, diancam pidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. Sementara denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Hal ini berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Skema Baru Pajak Bisnis Online
Sementara itu, terdapat skema baru yang akan diterapkan pada pajak bisnis online. Meski sebenarnya masih berbasis self-assessment. Hanya saja, nantinya pemerintah akan melibatkan pihak ketiga.
Pihak ketiga inilah yang akan memungut atau memotong PPh dan PPN dari pelaku bisnis online. Diharapkan, nantinya proses pengenaan pajak bisa berlangsung secara lebih mudah.
Pembayaran pajak dilakukan secara bulanan dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga akan ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong atau memungut pajak dan menyetorkannya ke kas negara. (Chelsea Venda).
Discussion about this post