MEDIAINI.COM – Efek pandemi COVID-19 membuat banyak sektor harus melakukan perubahan besar, termasuk sektor hiburan.
Industri bisnis bioskop yang sempat tutup sekian lama, dikabarkan akan kembali beroperasi mulai tanggal 29 Juli 2020. Meski keputusan belum resmi namun kabar ini sudah banyak menimbulkan pro dan kontra.
Salah satu jaringan bioskop di Indonesia, CGV Cinemas Indonesia, memaparkan masih mempersiapkan diri menjelang dibukanya kembali bioskop akhir Juli mendatang.
Public Relations CGV Cinemas Indonesia, Hariman Chalid, mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan berbagai upaya seperti memasang marker jarak sosial di sejumlah area bioskop dan membekali karyawannya dengan alat pelindung diri serta hand sanitizer.
Pihaknya saat ini fokus dalam upaya mengembalikan sekaligus menumbuhkan kepercayaan penonton terhadap bisnis hiburan bioskop.
Pro Kontra Pembukaan Bioskop
Sementara itu Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menilai pembukaan bioskop tidak akan memberi dampak yang signifikan pada kunjungan masyarakat ke mall.
Dia juga menambahkan, pembukaan bioskop menjadi pilihan yang sulit. Di satu sisi pemerintah ingin roda ekonomi kembali berputar, tapi di sisi lain penyebaran COVID-19 juga harus ditekan semaksimal mungkin.
Sehingga ketika ditanyakan apakah dibukanya kembali bioskop merupakan kebijakan yang tepat, ia mengatakan bahwa semua kembali ke kebijakan masing-masing pemerintah daerah.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Wishnutama, telah meninjau persiapan protokol kesehatan Cinema XXI, Plaza Senayan, Jakarta.
Peninjauan ini adalah bagian dari agenda panduan pelaksanaan Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) untuk sektor hotel, restoran, dan bioskop. Kegiatan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan peluncuran kampanye nasional Indonesia Care.
Baca Juga : Bioskop Online, Modal Goceng Nonton Film Indonesia Secara Legal
Geliat Bioskop dari Masa ke Masa
Bioskop pertama kali muncul di Indonesia sejak awal abad ke-20 atau sejak awal kolonialisme Belanda. Bioskop lahir pertama di kota Batavia, tepatnya di rumah Kebonjae, Tanah Abang. Fakta ini didapat dari iklan di surat kabar Bintang Betawi edisi 30 November 1900 dan 5 Desember 1900.
Karena masih berada di jaman penjajahan, waktu itu masyarakat tidak bebas untuk menonton film. Untuk tempat duduk misalnya, diatur menurut kelasnya apakah ia pribumi, bangsawan atau, bangsa Belanda. Presiden pertama Indonesia, Soekarno, semasa remaja pernah merasakan menonton film di kelas pribumi.
Sedangkan bioskop di jaman Jepang sedikit berbeda. Jepang tidak suka hal yang berbau kebarat-baratan, imbasnya bioskop yang menayangkan film-film luar negeri pun dibatasi. Tetapi akhirnya Jepang malah memanfaatkan bioskop keliling untuk melakukan propaganda.
Kini layar bioskop sudah menjamur dimana-mana dan dijalankan oleh beragam operator. Perusahaan bioskop yang menguasai pasar yakni Cineplex 21 yang mengoperasikan 1.003 layar, CJ CGV Cinemas yang memiliki 275 layar, dan Cinemaxx yang menjalankan 203 layar. Selain itu semua, masih ada sekitar 46 layar yang dijalankan oleh bioskop independen.
Melindungi Bisnis Bioskop Ala China
Industri sinema di China sedang memanas setelah Huanxi Media Group melakukan pemutaran perdana komedi blockbuster-nya, Lost in Russia di platform streaming online Beijing ByteDance Network Technology Ltd secara gratis.
Tak hanya itu saja, film kedua ditayangkan perdana oleh platform streaming online iQiyi Inc.
Otoritas di China langsung menerima keluhan dari para pelaku industri film yang menyatakan rilis film online akan menghancurkan industri film. Hal ini kemudian menjadi dasar untuk memperketat persyaratan tayangan film online.
Di Indonesia sendiri, kini mulai bermunculan layanan streaming film online yang murah. Masyarakat dan pegiat film antusias menyambutnya. Apakah perkembangan bioskop online akan memengaruhi perkembangan bioskop non online? Kita tunggu saja bagaimana masa depan bisnis perfilman di Indonesia nantinya. (Chelsea Venda).
Discussion about this post