MEDIAINI.COM – Pandemi melahirkan pembatasan aktivitas sosial di luar rumah. Sehingga bioskop tutup, kafe berjalan dengan protokol kesehatan baru, dan beberapa pusat wisata membuka kembali pelan-pelan meski masih dengan membawa pembatasan dan aturan-aturan baru.
Seiring dibukanya lagi beberapa titik wisata, jalur pendakian gunung juga pelan-pelan menerima lagi derap langkah para pendakinya. Di akun Instagram @mountnesia, dipaparkan gunung mana saja yang sudah mulai dibuka kembali jalurnya. Mulai dari Gunung Prau, Gunung Arjuno Welirang, Gunung Bromo, Gunung Lawu, Gunung Rinjani, dan menyusul adalah Semeru, yang akan dibuka pada 1 Oktober nanti.
Faktor adanya PSBB yang mau tak mau melahirkan jenuh, membuat antusias para pendaki menjadi membludak ketika beberapa jalur ini dibuka. Kerumunan, sempat memadati beberapa jalur pendakian. Hal ini membuat beberapa jalur ditutup kembali, kemudian dibuka lagi dengan syarat pendakian sesuai protokol kesehatan di masa pandemi.
Bisnis yang Legit
Antusias kegiatan alam bebas memang masih sangat tinggi, termasuk di masa pandemi. Hal ini membuat bisnis peralatan dan perlengkapan outdoor tak mati meski berbagai lini bisnis macet dan surut dalam menghadapi wabah.
Bisnis ini makin legit ketika berbagai komunitas pecinta alam juga makin bertumbuhan. Komunitas ini datang dari jalur perguruan tinggi, sekolah, maupun umum. Berbagai komunitas ini tak hanya mendalami kegiatan pendakian gunung saja, namun juga berbagai aktivitas outdoor lainnya seperti arung jeram, panjat tebing atau susur goa.
Ditambah, Indonesia sendiri memiliki kontur daratan yang dikelilingi oleh banyak gunung. Di Pulau Jawa misalnya, pegunungan terhampar dari barat ke timur. Dari yang berketinggian sedang hingga yang menjulang seperti Semeru. Semuanya ini, membuat komunitas pecinta alam tak pernah kekurangan hiburan dan sumber aktivitas.
Tentu saja, segala aktivitas tersebut, membutuhkan perlengkapan khusus seperti tenda, sleeping bag, daypack, sandal gunung, jaket pelampung, nesting, dan masih banyak lagi. Besarnya permintaan pasar inilah, yang membuat bisnis perlangkapan outdoor tak pernah surut.
Cerita Sukses Brand Besar
Berbagai brand atau merek perlengkapan outdoor bertumbuhan di Indonesia. Kebanyakan dari lini bisnis ini stabil, terlihat dari tahun dimulainya bisnis dan nyatanya masih awet hingga sekarang.
Salah satunya adalah Akasaka Outdoor Gear, yang berdiri di tahun 1995. Brand ini memulai bisnisnya dengan menjadi distributor sandal ke toko-toko sepatu dan peritel besar. Waktu berjalan, Akasaka pun bermertamorfosis menjadi produsen perlengkapan outdoor terutama sandal gunung yang diperhitungkan di pasar lokal Indonesia.
Kemudian ada pula Alpina, merek yang lebih senior karena berdiri tahun 1985. Menurut penelurusan Mediaini.com, kehadiran Alpina di industri outdoor ini hampir bersamaan dengan kehadiran merek besar, Eiger. Dan keduanya, Alpina dan Eiger, masih tetap besar hingga sekarang.
Pendiri Alpina, Paidjan Adrianto, mengatakan bahwa bisnisnya bisa bertahan hingga sekarang karena ia selalu melihat kebutuhan pasar dan mengawasi sendiri bengkelnya untuk menjaga kualitas.
Ketika hobi naik gunung booming, Alpina langsung mengeluarkan set pakaian yang tahan suhu dingin. Mulai dari t-shirt, flannel, celana kargo, dan kemeja. Sengaja Paidjan memilih bahan goretex untuk jaketnya karena bahan ini adalah material yang paling tahan terhadap suhu dingin.
Demi menahan para pelangannya agar tidak pindah ke lain hati, Alpina juga tak segan memberikan garansi seumur hidup. Tas Alpina yang rusak misalnya, meski sudah berusia belasan tahun, bisa dibawa ke bengkel Alpina untuk dibantu dalam proses perbaikannya.
Baca juga : 7 Brand Perlengkapan Outdoor Lokal yang Mendunia
Memilih Konsep
Banyak yang harus disiapkan jika ingin terjun ke bisnis ini agar nantinya omzet stabil bahkan memiliki grafik yang terus naik.
Menurut penuturan Buyung dari Pelangi Outdoor, omzet per bulan di gerainya stabil di sekitar 30 jutaan. Namun bila tengah mengikuti bazar atau festival, omzet bisa naik beberapa kali lipatnya. Masih menurut Buyung, Pelangi bisa memiliki omzet stabil karena konsep bisnisnya dipersiapkan matang-matang di awal. Apakah ingin main di merek internasional, merek lokal, atau produksi sendiri. Semua ini memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri, jadi harus bisa tepat di dalam membidiknya.
Langkah Produksi Sendiri
Mulhendra, salah satu produsen outdoor equipment yang menamai produknya dengan merek Biawak ini memilih memproduksi sendiri segala barang jualannya.
Untuk memulainya, ia pastikan terlebih dahulu memiliki penjahit yang piawai di bidangnya. Kemudian ia mencari bahan material yang pas untuk kegiatan outdoor seperti terpauline, nylon, matras, parasut dan foam.
Dalam proses produksi ia dibantu oleh tukang potong, tukang lem dan satu tenaga lepas. Biaya tukang jahit sendiri macam-macam tergantung kerumitan barang yang diproduksi. Untuk life jacket misalnya, biasanya ongkos jahitnya sekitar Rp120 ribu per buah.
Biawak yang hanya fokus pada perlengkapan arung jeram ini telah memproduksi 21 item perlengkapan dengan model yang berbeda-beda. Mulhendara mengusahakan dalam satu bulan bisa mengeluarkan satu model baru, sehingga pasar tak bosan.
Untuk promosinya Mulhendra lebih senang dengan jalan berbaur di berbagai komunitas outdoor terutama arung jeram. Juga dengan jalan menitip di toko-toko outdoor equipment di wilayah Jogja dan sekitarnya. Karena masih pemain baru, Mulhendra mengaku pendapatannya fluktuatif di angka 5 juta hingga 8 juta per bulan.
Tips Agar Disukai Pasar
Menurut penelurusan Mediaini.com, ada beberapa langkah yang harus diaplikasikan para produsen perlengkapan outdoor agar produknya tak gagal jual.
Seperti Dodi dan Yayat yang memproduksi sandal gunung bermerek Sabertooth misalnya. Mereka mengaku selalu cermat dan memilah bahan dan memproses pembuatan sandalnya agar mendapatkan produk awet dan disukai pasar. Menurut Dodi, yang membuat sandal gunung awet bukan faktor sol, bahan atau jahitannya melainkan pada lem. Karena inilah, ia dan pekerjanya benar-benar menggunakan proses pemanasan yang lama agar semua bahan bisa menyatu erat.
Pengaplikasian teknologi juga penting dilakukan untuk menaikkan mutu produk. Dodi misalnya, ia juga menggunakan teknologi champer sole, yaitu lekukan pada sandal yang membuatnya sangat ergonomis dan enak dikenakan.
Sedangkan agar udara dingin tak tembus melalui sela-sela jahitan, beberapa produsen perlengkapan outdoor lain memilih menggunakan teknologi sealing tape. Jadi ketika jaket selesai dijahit, lubang jahitan akan direkatkan rapat-rapat.
Agar produk unggul, pemilik bisnis memang sebaiknya memiliki sendiri sumber daya manusia yang bertugas memproduksi berbagai barang yang nantinya akan dijual. Jangan menyerahkan kepada pihak kedua, yang susah untuk dimonitor proses langkah demi langkahnya.
Kedua, selain memilah materi untuk outdoor yang paling tepat, jangan lupa juga untuk menggunakan teknologi terbaru. Karena perlengkapan outdoor ini harus spesial, agar tahan banting di cuaca ekstrim sekalipun. (Inten Esty)